PM, Banda Aceh – Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah mewakili Gubernur Aceh menghadiri Rapat Paripurna Khusus Tahun 2018 Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Kamis (28/6). Kehadiran Wagub untuk menyampaikan penjelasan Gubernur Aceh terhadap hak interpelasi DPRA.
Dalam penjelasan tertulis Gubernur yang dibacakan Wagub menyebutkan, pada prinsipnya Gubernur sangat menghargai hak yang digunakan oleh beberapa anggota dewan untuk meminta keterangan atau disebut juga Hak Interpelasi guna melaksanakan fungsi pengawasan DPRA dan menjadi bahan dalam penetapan pelaksanaan kebijakan Gubernur.
Nova kemudian membacakan penjelasan terkait pertanyaan DPRA menyangkut beberapa kebijakan Gubernur. Di antaranya terkait keputusan Gubernur Aceh menerbitkan Pergub Nomor 9 Tahun 2018 tentang APBA 2018. Selain itu juga terkait Pergub Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Lokasi Eksekusi Hukuman Cambuk, lalu pelaksanaan proyek Dermaga CT 3 Freeport Sabang, pelanggaran hukum dan pelanggaran sumpah jabatan, dan terakhir, tentang status-status Gubernur di akun media sosialnya.
Mengenai persoalan APBA 2018, pihak Gubernur kembali menegaskan kebijakan untuk mem-pergubkan APBA telah sesuai dengan tahapan yang ada. Ia memaparkan sejumlah regulasi yang menguatkan hal tersebut serta kronologi proses Pergub APBA 2018.
“Kebijakan Gubernur dalam menetapkan APBA Tahun Anggaran 2018 dengan Peraturan Gubernur, bukanlah kebijakan yang sewenang-sewenang dan melanggar hukum, melainkan suatu tindakan untuk mewujudkan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum bagi Pemerintahan dan rakyat Aceh,” tegas Nova.
Sedangkan mengenai Pergub Nomor 5 2018 terkait perubahan lokasi eksekusi hukuman cambuk, pihaknya meyakini bahwa Pergub ini merupakan aturan delegasi (delegated legislation) dari 2 Qanun Aceh, yaitu Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat dan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Secara substantif (materiil), menurutnya Pasal 30 Pergub pelaksanaan hukum jinayat tidak ada kontradiksi dengan Qanun Hukum Acara Jinayat.
”Karena tetap dilaksanakan di tempat terbuka dan dapat dilihat oleh orang yang hadir,” kata Wagub.
Terkait pelaksanaan eksekusi cambuk di Lembaga Permasyarakatan atau Rutan/Cabang Rutan, sambungnya, itu semata untuk menghindari hadirnya anak-anak yang di bawah usia 18 (delapan belas) tahun, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 262 ayat (2) Qanun Hukum Acara Jinayat.
Sementara itu, poin pertanyaan mengenai kasus suap BPKS, pihak Gubernur hanya menjawab secara singkat, yang pada intinya membantah keterlibatan Gubernur dalam kasus tersebut.
“Terhadap dugaan keterlibatan Gubernur menerima suap dalam kasus mantan Kepala BPKS, dapat kami tegaskan kembali bahwa kami tidak terlibat dalam kasus tersebut,” kata Nova. []
Belum ada komentar