PM, Banda Aceh – Akademisi Universitas Abulyatama, Usman Lamreung menyayangkan tanggapan sejumlah tokoh terhadap opini pribadinya terkait kinerja Badan Pengusahaan Kawasan Bebas Sabang (BPKS). Ia mempertanyakan tudingan bahwa dirinya ‘tidak realistis’ dan ‘tidak objektif’ ketika memberikan komentar.

“Saya menilai ‘tokoh-tokoh’ itu sudah salah dalam membaca dan memahami berita terkait kritik yang dilontarkan melalui media,” ujarnya, Senin (30/12).

Di sejumlah pemberitaan, ia mengapresiasi serapan anggaran BPKS tahun 2019 sebesar 83 persen sebagai prestasi kecil. Namun, bicara manajemen dan kinerja lembaga tersebut selama 20 tahun terakhir, nyaris tidak ada yang dapat dibanggakan.

“Belum ada dampak geliat ekonomi dan banyak infastruktur yang dibangun tidak semua bisa fungsional,” kata Usman.

Untuk objektif, kata dia, justru seharusnya tidak cuma menilai BPKS hanya dari sisi serapan anggaran, tapi juga secara keseluruhan. Usman melanjutkan, jika merujuk pada aturan pendiriannya, BPKS sebagai Badan Layanan Umum (BLU) diberi tugas untuk menghidupkan free port (pelabuhan bebas) dan free trade zone (zona perdagangan bebas) di Sabang dan Pulau Aceh.

“Sekarang, coba lihat kinerja BPKS dalam mengemban tugas ini, apa capaiannya?” tukasnya.

Banyak hal dari BPKS yang ia soroti, dari manajemen internal, investasi, koordinasi instansi terkait di daerah, komunikasi dengan pemerintah pusat, dan yang tak kalah penting, soal pencabutan cukai.

Usman menjelaskan, cukai merupakan kewenangan BPKS dan hak masyarakat Aceh, khususnya Sabang, mengacu UU 37/2000. Tapi yang ia sesalkan, cukai itu dicabut begitu saja tanpa alasan yang jelas.

“Seharusnya Plt Kepala dan Plt Wakil Kepala BPKS melakukan hak jawab dan klarifikasi, karena sanksi tersebut ditujukan ke Badan Otorita Batam, justru berdampak kepada BPKS. Artinya, tidak seharusnya kita berbangga dan puas dalam penyerapan anggaran saja, sementara tugas utama diabaikan,” tegas Usman.

Desak Perbaikan Manajemen

Tugas penting lain dari BPKS yang dinilai Usman gagal dilakukan, adalah meyakinkan investasi pihak swasta/asing. Kendati banyak pejabat BPKS hilir mudik berkunjung ke berbagai negara mencari investor, seperti yang dilakukan Plt Wakil Kepala Islamuddin ke Labuan (dekat Brunei) dan Singapura, akhir tahun 2019.

“Kita pertanyakan. Jalan-jalan ke luar negeri para pejabat ini, apakah sekedar untuk menghabiskan anggaran negara? Kita prihatin jika semua orang Aceh diam membisu, bisa bahaya pengelolaan uang rakyat di BPKS. Kita tentu tak mau itu terus terjadi,” ucap dia.

Ini semua, sambung dia, mestinya jadi evaluasi Dewan Kawasan Sabang (DKS) yang dipimpin Plt Gubernur, Nova Iriansyah. “Apa yang menyebabkan para investor enggan berinvestasi di Sabang dan Pulo Aceh? Harus dilakukan kajian dan evaluasi menyeluruh berbagai masalah baik kepastian hukum, perizinan, sektor jasa dan semuanya.”

Ia mendesak reformasi terhadap manajemen internal BPKS. Hal ini termasuk denan menyerap potensi dari banyak putra-putri terbaik Aceh yang mumpuni untuk mengurus lembaga tersebut jadi lebih baik. “Upaya ini butuh ketegasan dari Plt Gubernur,” tadasnya.

Komentar