PM, Banda Aceh – Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Agus Arinto menyebutkan, pada Tahun 2020 telah terjadi 138 kasus konflik satwa liar dengan manusia.
“Hingga 21 Desember 2020 sudah 138 kasus dan akan terus tinggi apabila kita tidak melakukan penanganan,” katanya, saat konferensi pers di Aula BKSDA Aceh, Senin (21/12/2020).
Jumlah kasus tersebut terdiri dari kasus konflik pada gajah Sumatera, dan harimau Sumatera. BKSDA menyebutkan, konflik gajah sendiri sebelumnya, selama tahun 2019 ada 107 kasus konflik yang terjadi di Aceh dan 102 kasus pada tahun 2020.
Angka kasus konflik tersebut merupakan data konflik dari seluruh Kabupaten di Aceh, dengan wilayah Pidie, Aceh Timur dan Aceh Utara, sebagai daerah penyumbang terbanyak kasus konflik dengan gajah.
Agus memaparkan, banyaknya kasus konflik disebabkan oleh banyak faktor. Mulai dari maraknya perambahan area kawasan hutan, hingga perubahan fungsi menjadi lahan perkebunan.
Sementara itu, dalam mencegah konflik satwa liar dengan manusia, BKSDA Aceh mengaku telah melakukan upaya sosialisasi serta pembinaan kepada masyarakat.
“Di beberapa Kabupaten/Kota bahkan sudah mulai melakukan penanganan-penanganan atau strategi dalam menangani konflik dengan satwa. Artinya masyarakat juga sudah ikut berperan,” katanya.
Selain itu, Wadir Subdit IV Tipidter Ditkrimsus Polda Aceh, AKBP Hairajadi melalui Penyidik Polda Aceh terkait satwa dan lingkungan Bripka Wahyudi mengatakan, kejahatan terhadap satwa liar terjadi antara lain disebabkan oleh banyaknya permintaan pasar.
“Ini bisa untuk konsumsi. Kemudian juga masyarakat kita masih banyak yang percaya mitos. Selain itu juga dijadikan hiasan,” katanya.
Wahyudi juga menyebutkan, tingginya kasus ini tak lain disebabkan masih melemahnya hukum yang berlaku. Sehingga belum adanya efek jera terhadap pelaku.
“Kegiatan ini memang profitnya tinggi dan risikonya kecil. Artinya profitnya tinggi, penanganan hukumnya juga masih rendah,” ujarnya.
Kata dia, sejak beberapa tahun terakhir, Polda Aceh juga turut memberikan sosialisasi kepada masyarakat, sehingga meminimalisir terjadinya konflik dengan satwa.
“Ini sudah kita lakukan sejak beberapa tahun terakhir. Kita sudah sosialisasi hampir di seluruh kabupaten di Aceh. Begitu juga dengan masyarakat yang masih memakai pagar listrik untuk melindungi tanaman mereka, perlu kita sampaikan ke masyarakat, kita berikan edukasi. Bahwa Tumbuhan dan Satwa Liat (TSL) ini bukan hama,” katanya.
Tahun 2020, setidaknya ada total 7 kasus dengan 2 kasus di Ditreskrimsus dan 5 kasus di polres jajaran.
Penulis: Cut Salma
Belum ada komentar