Bihar—Sebuah desa di India melarang perempuan menggunakan telepon seluler. Anggota dewan desa meyakini, ponsel dapat “merusak atmosfer sosial.” Keputusan tersebut mendulang kecaman dari berbagai organisasi perempuan.

Gabungan organisasi perempuan India seperti dilaporkan Kantor Berita DW, Senin (10/12), mengecam tindakan sebuah desa di timur laut yang melarang perempuan menggunakan telepon seluler.

“Keputusan itu bodoh, konyol dan tidak perlu. Sesuatu yang merefleksikan ketakutan mereka terhadap kebebasan perempuan,” kata Urvashi Butalua, seorang aktivis perempuan India di New Delhi.

Desa yang terletak di negara bagian Bihar itu acap disebut sebagai halaman belakang sekaligus kawasan termiskin di India. “Desa Kishanganj mayoritas penduduknya muslim. Desa itu terletak di perbatasan Nepal. Kawasan yang sangat miskin,” kata Imammudin Ahmad, Direktur yayasan Women’s Development Corporation di Bihar.

Iklan Duka Cita Thanthawi Ishak dari BPKA Dan SAMSAT

Ahmad meyakini rendahnya tingkat pendidikan di wilayah ini ikut berperan penting, “Mentalitas penduduk di sini sangat feodal dan kecuali perempuan diberikan hak untuk membuat keputusan, situasi semacam ini akan terus berlangsung,” katanya.

Munawar Alam yang bertugas melaksanakan larangan tersebut di desa Suberbari, menepis kritik yang diarahkan terhadap dewan desa. Ia berdalih semakin banyak perempuan yang meninggalkan keluarganya. “Situasi ini membuat kami malu,” tambahnya.

Alam mengklaim tren perceraian meningkat sejak masuknya layanan seluler di desa tersebut.

Dewan desa mengancam akan menjatuhkan denda sebesar US$180 bagi setiap gadis yang kedapatan menggunakan telepon seluler. Sebaliknya perempuan yang sudah menikah cuma dikenai denda sebesar US$ 37. Buat kawasan yang rata-rata penghasilannya berada di bawah satu dollar per hari, denda tersebut adalah ancaman serius.

Faktanya ponsel tidak cuma digunakan oleh orang kaya, kata aktivis perempuan Ursvashi Butalia. Perempuan yang berimigrasi untuk mencari kerja juga bergantung pada ponsel untuk berkomunikasi dengan keluarga di desa.
Ia menuding dewan desa yang cuma berisi laki-laki, “ketakutan bahwa perempuan bisa keluar dari menjadi independen dari keluarga,” sebut Ursvashi.

Tidak diragukan, masyarakat India juga ikut tergerus arus perubahan di era globalisasi. Para pakar meyakini. angka migrasi perempuan ke kota besar yang terus melonjak akan menggoyang pondasi masyarakat sosial India dan membawa perubahan pada nilai dan tadisi sosial, menyisakan kaum lelaki yang konservatif di kawasan pedesaan kesulitan berhadapan dengan realita baru ini.[]

Komentar