PM, Banda Aceh – Karya sineas Aceh “Three Faces in the Land of Sharia” berhasil menyabet piala Citra pada malam puncak anugerah Festival Film Indonesia 2021. Keberhasilan tersebut merupakan prestasi membanggakan bagi sutradara Davi Abdullah terlebih dalam proses pembuatan film itu tidak mudah.
“Tidak mudah untuk membuat film yang bagus. Butuh perjuangan yang besar, banyak energi dan waktu serta konsisten tim yang harus kuat,” kata Davi Abdullah kepada pikiranmerdeka.co, Rabu, 10 November 2021 malam.
Dia mengatakan pembuatan film tersebut menghabiskan waktu yang panjang dan penuh tantangan. Terlebih film itu menceritakan tentang kondisi sosial masyarakat yang lebih menekankan pada kritikan minoritas terhadap inplementasi hukum syariat di Aceh. Film ini juga menyorot tentang pendapat minoritas terkait hukum cambuk dan hukum rajam bagi pelanggar Qanun Jinayah Aceh.
Konten film tersebut jelas menabrak arus dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Aceh. Namun berkat kerjasama tim yang solid akhirnya film dokumenter tersebut tuntas dikerjakan dan bahkan mendapat piala bergengsi.
Sementara itu Director of Photography Three Faces, Fadil Batubara mengatakan produksi film tersebut dilakukan secara independen. Waktu yang dibutuhkan untuk melahirkan film tersebut bahkan sampai tiga tahun. “Lumayan lama buat film tersebut, dan membutuhkan biaya yang besar juga,” kata Fadil.
Presiden RI Joko Widodo yang hadir di malam Anugerah FFI 2021 tersebut mengaku bangga atas sejumlah prestasi yang diraih industri perfilman Indonesia. Menurutnya film produksi Indonesia mampu unggul dari negara-negara lain di Asia Tenggara.
Presiden Jokowi juga terkesan dengan kejelian para sineas Indonesia dalam mengambil cerita dari sudut pandang yang menurutnya kadang tidak terpikirkan. “Saya melihat memang bermacam-macam arah sudut cerita yang diambil seperti tadi baik mengenai syariah yang ada di Provinsi Aceh, kemudian juga ada tadi mengenai perempuan, wanita-wanita yang ada di penjara yang melahirkan anak, tadi apa judulnya “Invisible Hopes” dan yang lain-lainnya, yang menurut saya sudut-sudut yang diambil yang kadang-kadang kita tidak mempunyai pikiran ke arah itu,” kata Presiden Jokowi.
“Saya kira ini sebuah pandangan yang tajam, yang diwujudkan dalam sebuah film yang sangat apik,” lanjut Jokowi.
Presiden juga mengapresiasi empat film Indonesia yang berturut-turut memenangkan penghargaan tertinggi di kancah film terbaik dunia. Ke empat film yang dimaksud adalah “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” karya Edwin. Film tersebut berhasil memenangkan Golden Leopard Locarno Film Festival.
Kemudian ada juga “Yuni” karya Kamila Andini yang memenangkan Platform Prize Toronto Internasional Film Festival. Selanjutnya Film “Laut Memanggilku” karya Tumpal Tampubolon yang memenangkan Sanja Awards Busan International Film Festival, dan karya Monika Tedja lewat film “Dear to Me” yang memenangkan Junior Jury Award, Special Mention Open Doors Shorts Locarno Film Festival.
“Ini sangat luar biasa. Sekali lagi, saya sangat mengapresiasi dan saya berharap para sineas, aktor, aktris, dan seluruh stakeholder perfilman Indonesia terus memupuk mimpi besar, menguatkan kolaborasi dengan pusat-pusat perfilman dunia, menggali cerita unik, tempat indah, juga talenta-talenta hebat kita,” kata Jokowi.[]
Belum ada komentar