PM, Sigli — Kabupaten Pidie didorong untuk menjadi pusat Peradaban Islam Asia Tenggara. Dorongan ini muncul dalam forum Duek Pakat Meuseuraya Akbar yang digelar oleh Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (MAPESA) di Hotel Safira, Kota Sigli, Kamis (29/5/2025). Forum ini menghasilkan tujuh rekomendasi strategis untuk pelestarian warisan sejarah dan budaya di Kabupaten Pidie. Kegiatan ini menjadi penutup rangkaian Meuseuraya Akbar yang berlangsung sejak 25 Mei 2025.
Forum tersebut menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Rektor Universitas Jabal Ghafur (Unigha) Dr. Heri Fajri, M.Pd., Pemimpin Redaksi Serambi Indonesia Zainal Arifin M. Nur, tokoh adat Abdul Hadi, M.Pd., budayawan sekaligus perwakilan Suara untuk Kebudayaan Aceh Terarah (SUKAT) Azhari Aiyub, serta dipandu oleh dosen Fakultas Hukum Unigha, Umar Mahdi, S.H., M.H.
Tujuh rekomendasi yang dihasilkan dalam forum tersebut ditujukan kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan, Pemerintah Provinsi Aceh, dan Pemerintah Kabupaten Pidie. Rekomendasi tersebut mencakup komitmen bersama masyarakat Pidie untuk melestarikan warisan sejarah; penyediaan perangkat penyelamat pelestarian sejarah berupa Qanun terkait perlindungan cagar budaya, pelestarian warisan benda dan takbenda, serta kebudayaan Islam di Pidie atau kebijakan daerah lainnya; pengarusutamaan Pedir Darul Amni meliputi penaskahan, arsitektur, artefak etnografi, kerajinan tradisional, dan lanskap budaya; penguatan peran aktif pemerintah daerah dalam mendukung pelestarian cagar budaya, menginventarisasi/pendataan, dan klasifikasi warisan sejarah Pidie berupa benda dan takbenda; adanya master plan secara bertahap berupa roadmap sejarah Pidie dan penulisan historiografi Pidie secara ilmiah dengan melibatkan unsur sejarawan dan sumber daya budaya; penguatan ekosistem dan sumber daya budaya; serta menjadikan Pidie sebagai pusat Peradaban Islam Asia Tenggara.
Sebelumnya, rangkaian Meuseuraya Akbar telah diisi dengan berbagai kegiatan, antara lain pembukaan pameran kebudayaan, tur edukatif untuk anak-anak ke situs sejarah, workshop kebudayaan, kegiatan meuseuraya dan khanduri jeurat di Gampong Cot Geunduek, serta ditutup dengan forum duek pakat.
Ketua Panitia Meuseuraya Akbar, Iskandar Tungang, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan upaya kolaboratif untuk melestarikan warisan budaya Aceh melalui restorasi, pemeliharaan, dan sosialisasi situs-situs bersejarah. “Program ini melibatkan masyarakat lokal, akademisi, lembaga kebudayaan, dan pemerintah untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan situs-situs bersejarah yang memiliki nilai penting bagi identitas budaya Aceh,” ujarnya.
Dengan adanya tujuh rekomendasi ini, diharapkan dapat menjadi langkah konkret dalam upaya pelestarian sejarah dan budaya di Kabupaten Pidie serta memperkuat identitas budaya Aceh di kancah nasional maupun internasional.
Belum ada komentar