Pakar FKUI: Infeksi HMPV di China Bukan Varian Baru dan Berbeda dengan Covid-19

Ilustrasi- Virus .Foto: Pixabay
Ilustrasi- Virus .Foto: Pixabay

PM, Kasus infeksi saluran pernapasan di China masih terus terjadi hingga awal 2025. Penyakit ini disebabkan oleh Human Metapneumovirus (HMPV), yang memicu kekhawatiran di tengah masyarakat.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, menegaskan bahwa infeksi HMPV tidak sama dengan Covid-19, meskipun keduanya menyerang saluran pernapasan.

“Banyak pernyataan yang mencoba menyamakan infeksi HMPV dengan Covid-19. Itu tentu tidak benar,” kata Prof. Tjandra dalam keterangannya kepada Suara.com, Minggu (5/1/2025).

HMPV Bukan Varian Baru

Prof. Tjandra menjelaskan bahwa HMPV bukan virus baru. Virus ini pertama kali dilaporkan dalam jurnal ilmiah di Belanda pada Juni 2001, dengan judul “A Newly Discovered Human Pneumovirus Isolated from Young Children with Respiratory Tract Disease”.

Sejak itu, penelitian menunjukkan bahwa HMPV telah beredar selama puluhan tahun sebelum akhirnya teridentifikasi. Kasusnya juga telah dilaporkan di berbagai negara seperti Norwegia, Rumania, Jepang, serta China.

Sementara itu, Covid-19 merupakan varian baru dari virus corona yang sebelumnya belum pernah diidentifikasi pada manusia.

Gejala Serupa, Namun Penyebab Berbeda

Meskipun gejala kedua penyakit ini mirip, seperti batuk, demam, sesak napas, dan nyeri dada, Prof. Tjandra mengingatkan bahwa infeksi saluran pernapasan pada umumnya memang memiliki gejala yang serupa.

“Setiap infeksi paru dan saluran napas memang memiliki gejala seperti itu, sehingga bukan berarti semua kasus harus dikaitkan dengan Covid-19,” jelasnya.

Kenaikan Kasus HMPV di China Tidak Berhubungan dengan Covid-19

Meningkatnya kasus infeksi saluran napas di China belakangan ini juga dianggap wajar karena negara dengan empat musim cenderung mengalami lonjakan penyakit pernapasan saat musim dingin.

“Kenaikan kasus ini bukan sesuatu yang luar biasa. Kita perlu tetap waspada, tetapi tidak perlu terburu-buru menghubungkannya dengan Covid-19,” tegas Prof. Tjandra.

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait