PM, Banda Aceh – Pelabuhan Malahayati, Aceh Besar, yang katanya mampu menurunkan biaya logistik dan beroperasi selama 24 jam, ternyata, belum juga mampu menarik minat eksportir Aceh untuk menggunakannya.

Buktinya, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, terdapat beberapa komoditi yang berasal dari Provinsi Aceh namun diekspor melalui pelabuhan di provinsi lain, seperti melalui Provinsi Sumatera Utara dan DKI Jakarta.

Kepala BPS Aceh Wahyudin kepada wartawan dalam konperensi, Senin (2/10) mengungkapkan, persentase total ekspor komoditi asal Provinsi Aceh yang diekspor melalui provinsi lain pada Agustus 2017 sebesar 63,04 persen terhadap total ekspor komoditi asal Provinsi Aceh yang sebesar 11.950.865 USD.

Komoditi terbesar yang diekspor pada bulan Agustus 2017 melalui pelabuhan di luar Provinsi Aceh merupakan kelompok komoditi kopi, teh, rempah-rempah yang berupa coffee arabica WIB or robusta OIB, not roasted, not decaffeinated sebesar 3.706.197 USD.

Kemudian komoditi dari kelompok Buah-buahan berupa Areca nuts sebesar 1.808.502 USD yang diekspor melalui Pelabuhan Belawan Provinsi Sumatera Utara menuju beberapa negara dimana yang terbesar untuk coffee arabica WIB or robusta OIB, not roasted, not decaffeinated adalah menuju Amerika Serikat, sedangkan areca nuts ke Pakistan.

“Padahal komiditi-komiditi tersebut, kopi dan buah pinang, produksi yang tahan lama, bisa dieskpor kapan saja. Tapi nyatanya, komiditi asal Aceh tersebut dieksepor melalui pelabuhan provinsi tetangga kita, Sumut dan juga Jakarta,” tukas Wahyudin.

Disampaikanya, jika barang-barang komiditi-komiditi asal Aceh ini diekspor melalui provinsi lain, berarti nilai tambah tercipta di luar. “Memang ada nilai tambah untuk kita (Aceh) tapi lebih besar diperoleh luar. Karenanya saya berharap industri agrobisnis harus dipegang, jangan sampai dikendalikan luar,” ujarnya.

Dikatakan, dia tidak mengetahui persis kenapa hal ini terjadi. Banyak factor terjadi, selain pada pelakui eksportir kopinya, juga infrastruktur yakni pelabuhan atau alat angkutan yang akan membawa komiditi tersebut.

“Kemungkinan karena masalah kemasan yang mungkin lebih bagus dilakukan oleh pihak eksportir di luar Aceh. Namun yang perlu saya katakan, hampir seluruh hasil barang dari Aceh diekspor dari Medan. Ini saya advokasi supaya pengusaha kita dapat meraihnya,” pungkasnya.

Sementara itu, Rahmah eksportir Kopi dari Aceh Tengah, terkait banyaknya hasil produksi komiditi asal Aceh diekspor melalui pelabuhan di Medan dan Jakarta mengakui, memang sebagian kopi aceh, arabika, diekspor melalui Medan.

“Ini bukan eksporti dari luar Aceh yang banyak melakukan eksportir komiditi hasil tanah nanggroe, terutama kopi. Namun karena infrastruktur terutama masalah angkutan, yakni pelabuhan di Aceh belum siap untuk membantu kami melakukan ekspor ke luar negeri,” ujar Rahmah yang juga merupakan Ketua Koperasi Ketiara.

Disebutkannya, para pengusaha atau produsen kopi yang tergabung dalam Koperasi Ketiara 100 persen hasil kopi gayo mereka, jenis arabika dijual ke luar negeri melalui Pelabuhan Belawan.

“Dari Januari hingga September kami telah berhasil mengeskpor kopi gayo sebanyak 68 kontainer dengan tujuan berbagai Negara seperti Amerika dan Eropa,” ujarnya.

Mengenai mengapa mereka tak mengekspor melalui Pelabuhan Malahayati, Aceh Besar, disebutkan, karena terutama masalah lebih murahnya jika jika dari Pelabuhan Belawan dan juga karena kapasitas pengiriman mereka bisa lebih besar. (jawa pos)

Komentar