KRB: Bupati Abdya Jangan Kangkangi Pergub UMP Aceh

KRB: Bupati Abdya Jangan Kangkangi Pergub UMP Aceh
Juru bicara KRB Abdya, Wahyu Candra. (Ist)

PM, Blang Pidie – Koalisi Rakyat Bersatu (KRB), mendesak Bupati Abdya, Akmal Ibrahim untuk memberikan gaji yang layak dan sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) bagi Satpol PP di Abdya. Gaji yang saat ini diberikan jauh dari Kebutuhan Layak Hidup (KLH) sehingga sejumlah Satpol PP mengeluhkan biaya makan saat bertugas. Bahkan ada yang harus membawa bekal dari rumah karna gaji yang mereka terima hanya sebesar Rp 1,1juta per bulan.

Juru Bicara Koalisi Rakyat Bersatu (KRB) Wahyu Candra meminta Pemkab Abdya membayar gaji Satpol PP sesuai dengan UMP yang telah ditetapkan oleh Gubernur. Baginya, pembayaran gaji di bawah UMP adalah tindakan yang tidak manusiawi.

“Ini sangat memprihatinkan, mengingat semakin mahalnya biaya kebutuhan hidup dan lainnya, sangat jelas gaji tersebut kecil dan harus dipertimbangkan oleh pemerintah untuk dilakukan penambahan pendapatan atau pendapatan yang layak,” ungkap Wahyu, Jumat (13/7).

Pihaknya menilai Pemkab Abdya telah melanggar aturan dalam Pergub Aceh Nomor 67 Tahun 2017 tentang Penetapan UMP Aceh tahun 2018. Dalam Pergub tersebut, besaran gaji bagi tenaga kerja di Aceh telah ditetapkan sebesar Rp 2,7 juta per bulan.

“Jika kita merujuk kepada UU 13 tahun 2003, banyak hal disebutkan mengenai kepastian dan kelayakan memperoleh penghasilan untuk memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,” sebut Wahyu.

Salah satunya, ia menguraikan, di pasal 90 ayat 1 yang menyebutkan bahwa pengusaha dilarang membayar pekerjanya lebih rendah dari ketentuan upah minimum yang telah ditetapkan pemerintah setempat, dalam hal ini adalah UMP.

Namun ia sangat menyesalkan,  ketika pemerintah telah menetapkan aturan kelayakan upah tersebut, kenyataannya hari ini malah pemerintah sendiri yang menggaji tenaga Satpol PP hanya sebesar 1,1 juta rupiah, bahkan tanpa uang makan.

“Sangat jauh dari UMP 2,7 juta yang tertuang dalam Pergub nomor 67 tahun 2017,” tuturnya.

Jika dilihat dari sisi kemanusiaan, lanjut Wahyu, gaji tidak layak itu telah mengabaikan Hak Asasi Manusia. Padahal, UUD 1945 pasal 28D ayat 2 menyebutkan ‘Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja’.

Jenis pengabaian HAM yang ia maksud adalah hak asasi hukum dan hak asasi ekonomi, yang salah satunya menyangkut hak mendapatkan layanan dan perlindungan hukum, serta hak mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak.

“Ketika Pergub tentang UMP itu dibuat, harusnya aturan itu bisa menjadi perlindungan bagi seseorang untuk mendapatkan haknya dalam pekerjaan untuk mendapatkan upah atau gaji sesuai dengan apa yang telah menjadi ketentuan,” timpal Wahyu.

“Sangat disayangkan ketika pemerintah membuat peraturan malah pemerintah sendiri yang tidak menjalankannya, dan ini akan menjadi contoh yang tidak baik dari Pemkab Abdya terhadap dunia tenaga kerja,” pungkasnya. []

Reporter: Armiya

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

IMG 5958 jpeg
Sejumlah warga melintasi banjir yang merendam Desa Napai, Woyla Barat, Aceh Barat, Aceh, Kamis (9/11/2023). (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/wpa.)

Banjir Rendam 18 Desa di Aceh Barat