Pasangan calon yang merasa suaranya kecil langsung menerima kekalahan. Ada juga yang keberatan dan menolak hasil Pilkada.
“Malam ini saya dan kami semua Tim Illiza–Farid mengucapkan selamat kepada Bapak Aminullah dan Bapak Zainal untuk keberhasilan memenangkan Pilkada di kota Banda Aceh tercinta.” Kalimat itu ditulis Calon Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal lewat status di akun Facebooknya, Kamis pekan lalu.
Ucapan selamat itu terasa begitu cepat. Hanya berselang sehari setelah pencoblosan dan Komisi Independen Pemilihan Banda Aceh belum menetapkan pasangan calon terpilih. Ucapan tersebut juga menandakan kubu Illiza-Farid telah mengakui kekalahan mereka di Pilkada 2017.
Jika melihat hasil hitung cepat yang mencuat beberapa jam setelah pemilihan, perolehan suara Illiza-Farid memang jeblok di sembilan kecamatan. Sementara Aminullah Amin-Zainal Arifin unggul di setiap kecamatan di Banda Aceh.
Selain itu, bila melihat data rekapitulasi formulir C1 di situs Komisi Pemilihan Umum, hingga Sabtu malam pekan lalu, perolehan suara Aminullah-Zainal jauh meninggalkan Illiza-Farid. Jumlah suara Aminullah-Zainal mencapai 54.451 suara atau 66.87 persen. Sementara Illiza-Farid hanya mendapatkan 26.975 suara atau 33.13 persen dari 81.565 suara sah.
Pengakuan menerima kekalahan tak hanya dilakukan Illiza di Banda Aceh. Di Bireuen, Ketua Komite Peralihan Aceh Darwis Jeunib menyatakan menerima keunggulan sementara pasangan Saifannur–Muzakkar A Gani. “Loen teurimong hase Pilkada Bireuen dan mengakui H Saifan–Muzakkar sebagai peumeunang,” ujar Darwis, Kamis pekan lalu, seperti dikutip situs Aceh Trend.
Darwis juga terang-terangan mengakui kekalahan pasangan yang didukung Partai Aceh, Khalili-Yusri. Pasangan ini hanya hanya berada di urutan keempat soal perolehan suara, sesuai hasil rekap di KPU. Adapun pasangan Saifannur-Muzakar A Gani meraih suara terbanyak pertama dengan jumlah 74.650 atau 35.07 persen. Dari 17 kecamatan, Saifannur-Muzakar unggul telak di Peusangan Siblah Krueng. “Kamoe akui kalah, dan mendukung pemenang, yaitu H Saifannur–Dr Muzakkar A Gani,” ujar Darwis lagi.
Tak hanya itu, Darwis meminta kepada seluruh jajaran Partai Aceh dan pendukung untuk menerima hasil Pilkada Bireuen dan memberi dukungan penuh kepada Saifannur dan Muzakkar. “Teungku Haji yang geubri kepercayaan le rakyat, jadi ta dukung mandum.”
Perjalanan Haji Saifan berlaga di Pilkada 2017 sempat gagal setelah hasil tes kesehatan ulang tidak memenuhi syarat. Seperti saat tes kesehatan serentak bersama bakal calon lain, pada kesempatan kedua tersebut ia gagal karena dinyatakan mengidap neurobehavior.
Ragu dengan hasil tes tersebut, pengusaha konstruksi tersebut menggugat Panwaslih Bireuen. Setelah tiga kali sidang, Panwaslih Bireuen mengabulkan permohonan yang diajukan kubu Saifannur. Panwaslih juga memerintahkan KIP Bireuen melaksanakan pemeriksaan kesehatan ulang Saifannur di rumah sakit pemerintah daerah.
Baca: Jejak Kemenangan Amin-Zainal
Putusan itu seperti memberikan energi baru bagi pasangan Saifannur-Muzakar dan pendukungnya. Muzakar A Gani mengapresiasikan keputusan yang dikeluarkan Panwaslih Bireuen. “Kami bersyukur atas kesempatan melakukan tes kesehatan ulang kepada H Saifannur. Kami menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas keputusan Panwaslih Bireuen,” ungkapnya kala itu.
Namun, energi baru itu kemudian redup lagi ketika KIP Bireuen menyatakan Saifannur-Muzakar tidak bisa ikut Pilkada juga karena alasan kesehatan. Di kemudian hari, Haji Saifan harus melakukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Gugatan dikabulkan Mahkamah. KIP Bireuen diminta mencabut dan membatalkan surat keputusan KIP Bireuen tentang penetapan pasangan calon bupati dan wakil bupati. KIP diperintahkan Mahkamah menerbitkan surat keputusan baru dengan mencantumkan nama Saifannur sebagai calon bupati dan Muzakkar A Gani sebagai calon wakil bupati Bireuen dalam pemilihan 2017.
Berbeda dengan di Bireuen dan Banda Aceh, di Aceh Timur, tim pemenangan pasangan calon Ridwan Abubakar-Abdul Rani meminta hasil Pilkada dibatalkan. Mereka meminta dilakukan Pilkada ulang.
Pernyataan disampaikan tim secara tertulis kepada Ketua KIP Aceh Timur. Surat juga ditembuskan kepada Menko Polhukam, Mendagri, Ketua KPU RI, Ketua Bawaslu, Ketua KIP Aceh, Ketua Panwaslih Aceh, dan Kapolda Aceh.
Kubu Ridwan Abubakar-Abdul Rani menilai ada beberapa pelanggaran yang terjadi. Di antarnya, mekanisme penyerahan formulir C1 KWK yang berisi hasil perhitungan suara di TPS. Selain itu, perolehan suara sesuai dengan formulir C1 KWK juga diragukan kebenarannya.
Menyangkut sangkaan kecurangan tersebut, dalam konferensi pers yang digelar sekretariat KIP Aceh Timur, Jumat pekan lalu, Komisioner KIP Aceh, Robby Syah Putra, mengatakan penyelenggara Pemilu telah melakukan sesuai dengan peraturan.
Ketua KIP Aceh Timur Iskandar A Gani, menyebutkan informasi yang simpang siur tentang form C1 KwK, telah jelas diatur dalam peraturan, hanya masalah waktu tempuh dari kecamatan ke KIP Aceh Timur memerlukan waktu. “Di Aceh Timur ini wilayahnya berbeda, jarak tempuh satu kecamatan ke KIP, jauh,” ujarnya seperti dikutip dari laman resmi KIP Aceh.
Ketua Panwaslih Aceh Timur Zainal Abidin juga membantah tentang adanya perampasan yang dilakukan pihaknya di sekretariat KIP Aceh Timur. Ia menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Panwaslih Aceh Timur untuk mengamankan berkas C1 yang disangkakan. “Berkas C1 tidak ada yang berubah, kami hanya mengklarifikasi C1 yang disangkakan tidak ada yang berubah,” ungkapnya.
Baca: Pembuktian Kemenangan Lewat Real Count
Namun, di Aceh Barat Daya lain lagi sangkaan kecurangannya. Delapan pasangan calon menolak hasil pemungutan suara. Penolakan itu dilakukan hanya sehari sesudah pencoblosan. Delapan kandidat yang menolak hasil adalah Muazam-Hermasyah, Hasbi Saleh-T Alamsyah Yuspa, Meidisal-Ruslan, Mukhlis Muhdi MA-Syamsinar, Junaidi-Edwar Rahman, Qudusy Syam Marfali-Teungku Hamdani, Erwanto-Muzakir, dan Zainal Arifin Yur-Said Azhari.
Mereka menilai salah satu pasangan calon melakukan banyak kecurangan untuk memenangkan Pilkada 2017. Salah satunya, membagi-bagikan uang secara masif dan berulang-ulang kepada calon pemilih.
Selain menolak hasil, para pasangan calon tersebut juga menarik seluruh saksi di kecamatan. Para saksi juga tidak dilibatkan dalam proses rekapitulasi perhitungan suara di Panitia Pemilihan Kecamatan.
Tudingan lainnya diarahkan kepada KIP Aceh Barat Daya. Komisi dinilai lalai hingga mengakibatkan sebagian besar kertas suara rusak dalam jumlah yang besar. KIP juga tidak mengajak pasangan calon menyaksikan model lipatan. Sehingga, bentuk lipatan yang dibuat oleh KIP dinilai membuat pasangan calon nomor urut 5 sampai 10 sangat dirugikan.[]
Belum ada komentar