Jaksa Agung: Waspada Potensi SARA di Pilkada 2018

Jaksa Agung: Waspada Potensi SARA di Pilkada 2018
Jaksa Agung: Waspada Potensi SARA di Pilkada 2018

Jakarta – Jaksa Agung HM Prasetyo menyoroti potensi munculnya kampanye hitam menggunakan isu SARA di pilkada 2018. Masyarakat perlu menyadari itu sebagai ancaman terhadap persatuan bangsa.

Dikutip dari laman kompas.com, kemunculan isu SARA dinilai Prasetyo telah memecah golongan masyarakat di akar rumput, dan akan berdampak panjang karena bisa disulut di kemudian hari.

“Banyak yang menggunakan teknologi untuk black campaign. Salah satunya dengan sebar hoaks, menerapkan politik identitas yang memanfaatkan isu SARA, mempertentangkan suku agama dan ras, itu bahaya,” kata Prasetyo saat rapat kerja bersama Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Rabu (31/1) seperti diberitakan Kompas.

Karenanya, ia mendukung penyelenggara Pemilu untuk mengawasi penggunaan isu SARA tersebut. “Penting ada langkah pencegahan dari aparat kemanan. Mengingat perbuatan tersebut bukan hanya tindak pidana pemilu tapi mengancam keutuhan dan persatuan negara,” lanjut dia.

Sebelumnya, Bawaslu bersama Komisi Pemilihan Umum RI (KPU) akan meneken Memorandum of Agreement (MoA) dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk menangani konten kampanye bermuatan SARA, fitnah, dan ujaran kebencian di medsos.

Ketua Bawaslu Abhan menuturkan, pihaknya sudah menyiapkan satu tim untuk memonitor media sosial selama kampanye, yang bertugas mengawasi kampanye di medsos. Bawaslu juga akan menangani dugaan pelanggaran dari laporan masyarakat.

“Masyarakat bisa melaporkan kampanye di medsos yang bermuatan SARA, fitnah, dan ujaran kebencian langsung ke Bawaslu, Bawaslu Provinsi, ataupun Panwas Kabupaten/Kota,” ujar Abhan (27/1).

Masyarakat bisa juga mengirimkan laporan ke akun Facebook Bawaslu. Hasil temuan tim monitoring maupun laporan masyarakat tersebut akan dikaji oleh Bawaslu apakah memenuhi unsur pelanggaran pemilu. Jika terpenuhi, Bawaslu akan memberikan rekomendasi kepada platform medsos yang ada untuk menurunkan (take down) konten tersebut.

“Seandainya tetap tidak diturunkan, maka kami akan minta Kemenkominfo, apakah akan diberikan peringatan atau diblokir,” lanjut Abhan.

Adapun parameter yang digunakan Bawaslu dalam menilai sebuah konten masuk dalam pelanggaran pemilu merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan turunannya. (kompas)

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait