Ketua YARA, Safaruddin. (Foto/Tribunnews)

PM, Banda Aceh – Ketua Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Provinsi Aceh, Safaruddin, mengaku telah mengkaji naskah akademik dari Qanun No. 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah. Ia menemukan bahwa Qanun LKS tidak sejalan dengan naskah akademik, jika dipahami hanya boleh ada Lembaga Keuangan Syariah di Aceh.

“Saya telah membaca naskah akademik dan risalah Rapat Dengan Pendapat Umumnya yang diberikan oleh Pejabat Pengelola Dokumentasi dan Informasi (PPID) Provinsi Aceh, dan dalam dokumen- dokumen tersebut tidak ada satupun kalimat baik itu tersirat maupun tersurat tentang penutupan Bank Konvensional di Aceh,” kata Safar, Kamis (17/9/2020).

Dalam Bab III yang membahas tentang evaluasi dan analisis peraturan perundangan terkait, dalam kajian peraturan perundang-undangan penyusun naskah akademik menyandarkan teori pembentukan peraturan perundangan ke pasal 7 ayat (1) UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Aturan ini menyatakan tentang hierarki Peraturan Perundang-undangan yang terdiri dari: UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang /Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten. Kata Safar, saat ini UU No 12 tersebut telah diubah ke dalam UU No 15 tahun 2019 dengan perubahan beberapa pasal namun tidak mengubah teori dalam hierarki pembentukan peraturan perudangan dalam pasal 7 ayat (1).

Lebih lanjut, kata dia, jika mencermati BAB III Naskah Akademik Qanun LKS, arah pembentukan Qanun ini disandarkan pada teori hierarki penyusunan peraturan perundang-undangan, yaitu dari UUD45,TAP MPR, UU/Perpu, PP, Perpres, Perda Provinsi dan Perda Kabupaten, dan tujuan Qanun LKS ini adalah menindaklanjuti dari pasal 21 Qanun Nomor 8 tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syari’at Islam yang dalam ayat (2) dengan tegas menyebutkan bahwa Lembaga Keuangan Konvensional yang sudah beroperasi di Aceh harus membuka Unit Usaha Syariah, dan ayat (3) Transaksi keuangan Pemerintah Aceh dan pemerintah Kaupaten/Kota wajib menggunakan prinsip syariah dan/atau melalui proses Lembaga Keuangan Syariah, pasal ini juga disebut lagi dalam BAB I hal 4 tentang latar belakang naskah akademik tersebut.

“Jadi antara naskah akademik dan qanunnya tidak nyambung jika diartikan bahwa qanun ini mengharuskan penutupan bank konvensional di Aceh,” terang Safar.

Ia lantas meminta agar langkah penutupan bank konvensional di Aceh dihentikan. Selain tidak punya dasar hukum, menurutnya juga akan berimbas pada hak hukum masyarakat Aceh sebagai konsumen perbankan yang dilindungi oleh UU No 4 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Ia juga menyarankan kepada DPRA dan Pemerintah Aceh agar melakukan akselarasi penguatan LKS di Aceh. Sehingga LKS menjadi pilihan yang menguntungkan daripada LKS konvensional. Menurut Safar, biarkan masyarakat yang menentukan pilihannya berdasarkan kebutuhan.

“Dan sebagai daerah dengan keistimewaan dalam melaksanakan Syariat Islam tentu kami sangat mendukung pengembangan dan penguatan Qanun LKS ini sesuai dengan maksud dan tujuan sebagaimana semangat awal yang di tuangkan dalam naskah akademik Qanun LKS,” tutup Safar. []

Komentar