PM/Husna Azizah

Selama Ramadan, Adee Ie Leubee menjadi makanan vaforit saat berbuka puasa. Sayangnya, hanya bisa ditemui di tempat-tempat tertentu.   

Berbicara soal kue khas Aceh, tentu tak lengkap bila tidak menyebut adee ie leubee. Penganan ini juga kerap disebut adee keumbang tanjong. Ini dikarenakan kue ini berasal dari Gampong Keumbang Tanjong, Kecamatan Krueng Dhoe, Kabupaten Pidie.

Adee ie leubee tergolong kue langka. Selain hanya dijual pada saat-saat tertentu seperti pada bulan suci Ramadan, kue ini juga hanya diproduksi di tempat asalnya. Namun, belakangan ini adee keumbang tanjong sudah bisa dijumpai di daerah-daerah lain, seperti Sigli, Grong-grong, dan Banda Aceh.

Meski begitu, tetap saja jarang ditemui di pasaran. Bagi yang ingin mendapatkan secara mudah dan harganya lebih murah, tentu harus langsung ke Keumbang Tanjong. Selain kecukupan persedian, perbedaan harga di Kembang Tanjong dengan di daerah lain juga bisa mencapai Rp2-3 ribuan per kemasan.

Selama Ramadan, adee keumbang tanjong banyak diburu sebagai takjil berbuka puasa. Rasanya memang enak, terutama bagi lidah masyarakat Aceh yang suka dengan penganan yang manis-manis. Harga yang ditawarkan juga terjangkau semua kalangan, per porsi berisi 5 kue biasanya dijual Rp5-10 ribu.

Untuk teksturnya, adee ie leubee dilapisi tepung yang lembut. Ketika indera pengecap bertemu dengan kue tersebut, langsung terasa aroma minyak bawang yang harum. “Kue ini dilapisi selai yang manis dan cocok disantap saat berbuka puasa,” sebut seorang penjual di Pasar Keumbang Tanjong.

Bagi yang ingin membuatnya sendiri, tentu lebih irit. Untuk bahannya, tidak perlu mengeluarkan biaya yang mahal. Hanya tepung beras halus, gula dan santan kental murni. Proses pembuatannya juga sederhana, aduk tepung beras dan gula hingga merata, lalu campurkan dengan santan. Selanjutnya bakar menggunakan api bawah kecil dan api atas besar. Pastikan, selama masa pembakaran, kue tidak sampai hangus. Hanya perlu menunggu selama 1-2 menit setelah matang, adee ie leubee sudah bisa dinikmati sekeluarga.

Meski begitu, konon hanya orang tertentu yang dapat membuat rasa yang khas dari kue tersebut. “Di kampung kami, hanya bebarapa orang yang sangat mahir membuat kue adee ini,” kata Mutia Keumala, penjual adee ie leubee di Keumbang Tanjong.

Mutia mengaku sudah berjualan kue tersebut kurang lebih lima tahun, khus selama bulan Ramadan. Selain berjualan, di hari-hari biasa Mutia bersama beberapa saudaranya juga menerima pesanan kue tersebut untuk dikirim ke daerah lain, seperti Banda Aceh dan Jakarta.

“Warga Sigli, Grong-grong, dan Banda Aceh juga sering memesan. Biasanya mereka meminta ratusan dan bahkan sampai 1000-an kue,” jelansya.

Untuk ukuran kue, biasanya disesuaikan dengan permintaan, ada yang besar juga. Namun untuk dijual di pasaran, biasanya dibuat dalam ukuran kecil agar mudah dinikmati sembari bepergian.

Menurut Mutia, sebaiknya kue yang setelah dibeli agar langsung disantap karena tidak tahan lama. “Kue ini hanya bertahan sampai satu hari, karena tidak mengandung bahan pengawet,” tanasnya.[]

Komentar