20 Tahun Perdamaian, Pegiat Sipil Asia Dorong Pemenuhan Hak Korban di Aceh

IMG 4007
Pertemuan lintas organisasi masyarakat sipil dari sejumlah negara Asia, di Banda Aceh, 14 Agustus 2025. [Dok. KontraS Aceh]

PM, Banda Aceh – Sedikitnya 13 organisasi masyarakat sipil dari berbagai negara di Asia berkumpul di Aceh memperingati 20 tahun Perjanjian Damai MoU Helsinki, 15 Agustus 2025. Mereka bersolidaritas kepada masyarakat Aceh yang terus berupaya menuntut keadilan, perdamaian abadi, dan akuntabilitas bagi Aceh.

“20 tahun setelah perundingan damai, Aceh berdiri sebagai simbol ketahanan, menunjukkan bahwa bahkan konflik bersenjata yang paling berkepanjangan pun dapat diselesaikan melalui dialog dan kemauan politik,” ujar Inocencio Xavier, dari Centro Nacional Chega! (CNC), sebuah lembaga yang mempromosikan keadilan transisi di Timor Leste.

Dalam pernyataannya, belasan organisasi lintas negara tersebut menyatakan rasa hormat pada keberanian rakyat Aceh, para penyintas, keluarga korban, dan pembela hak asasi manusia, yang menjaga memori masa lalu tetap hidup.

“Masyarakat sipil di Aceh menentang pembungkaman dan penghapusan, serta gigih dalam tuntutan mereka akan kebenaran, keadilan, dan reparasi,” ujarnya lagi.

Mereka mengakui kemajuan yang telah dicapai dalam menjaga perdamaian. Namun, pihaknya mengungkap rasa prihatin dengan lambatnya dan belum tuntasnya pemenuhan hak-hak korban serta kurangnya akuntabilitas.

“Luka-luka masa lalu terus menuntut pengakuan, pemulihan, dan jaminan tegas bahwa pelanggaran semacam itu tidak akan pernah terulang,” ujar Ino.

Tonggak penting dalam akuntabilitas di Aceh, menurutnya, adalah pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh (KKR) sebagai satu-satunya komisi kebenaran sub-nasional di Indonesia yang telah memberikan pengakuan resmi kepada korban pelanggaran hak asasi manusia di Aceh.

Namun, rekomendasinya masih belum terlaksana, menyebabkan para korban mengalami ketidakamanan, kesulitan ekonomi, penolakan layanan penting, stigma dan trauma sosial, serta akses terbatas terhadap keadilan.

“Sementara itu, penuntutan kejahatan berat masih jauh dari harapan. Keadilan terus diingkari,” kata dia.

Pentingnya Reparasi Korban

Sebagai bentuk solidaritas, elemen sipil ini menyerukan kepada Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Aceh untuk segera dan sepenuhnya melaksanakan rekomendasi KKR Aceh, memastikan reparasi yang komprehensif, dan menuntut akuntabilitas atas pelanggaran hak asasi manusia yang serius.

Mereka juga menyerukan pemanfaatan penuh ruang politik lokal Aceh untuk membangun kemandirian ekonomi, memperkuat demokrasi lokal, dan memastikan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan demi kesejahteraan rakyat Aceh.

“Kami juga berdiri dalam solidaritas dengan perjuangan untuk perdamaian dan keadilan di seluruh wilayah, di Bangsamoro, Myanmar (termasuk Rohingya), Nepal, Patani, Palestina, Sri Lanka, Papua Barat, dan seterusnya, menyadari bahwa perjuangan kami saling terkait dan harapan kami bersama,” tegasnya.

Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan di tingkat lokal, nasional, dan internasional juga didesak untuk menjunjung tinggi komitmen mereka terhadap kebenaran, keadilan, dan reparasi, serta memastikan perdamaian berakar pada martabat dan hak semua orang dan memajukan keadilan transisi yang berpusat pada korban.

“Dari seluruh penjuru kawasan, kami menegaskan: Tak ada perdamaian tanpa keadilan, tak ada keadilan tanpa akuntabilitas, tak ada rekonsiliasi tanpa kebenaran, tak ada masa depan tanpa mengingat,” ucap Ino.

“Dari Aceh, kami sampaikan pesan ini ke kawasan ini: Perdamaian harus dibangun atas dasar kebenaran, ditopang oleh keadilan, dan dijaga oleh kenangan akan mereka yang menderita,” tutupnya.

Adapun organisasi yang terlibat dalam solidaritas ini:

  1. Duay Djay–Thailand Selatan
  2. KontraS Aceh
  3. Advocacy Forum-Nepal
  4. Asia Justice And Rights (AJAR)
  5. Katahati Institute
  6. KontraS Jakarta
  7. Network for Human Rights Documentation (ND) Burma
  8. CNC (Centro Nacional Chega)-Timor Leste
  9. Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP)
  10. Initiatives for International Dialogue (IID) Filipina
  11. Cross Cultural Foundation (CrCf) Thailand
  12. Assosiasaun Chega Ba Ita (AcBit) Timor Leste
  13. Sumithra Sellathamby (eks Komisioner Komisi Reparasi Srilanka). []

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait