PM, Banda Aceh – Empat bulan sudah dugaan mark-up pengadaan 98 unit traktor tipe sedang 4 WD di Dinas Pertanian (Distan) Aceh senilai Rp39,2 miliar, terungkap ke publik. Namun, hingga kini penyidik belum menetapkan tersangka dalam kasus itu.
Kalangan LSM anti korupsi di Aceh menduga lambannya proses kasus tersebut karena tingginya nuansa politis. Sejumlah penyidik yang menangani kasus dipindah, tim audit yang getol menemukan indikasi kerugian negara juga dipindahtugaskan.
Namun dugaan LSM ini dibantah Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Moffan. Melalui Wakapolres Kombes Pol Sugeng Hadis S menyebutkan, pihaknya sudah mengatisipasi semua kemungkinan-kemungkinan munculnya nuansa politis dalam penanganan kasus itu.
Salah satu langkah ditempuh berkoordinasi dengan Mabes Polri. “Kami sudah berkoordinasi dengan Mabes. Ini untuk menghindari jika sewaktu-waktu munculnya nuansa politis dalam kasus ini. Pak Kapolri bilang, lanjutkan. Kami tidak main-main menuntaskan kasus ini,” tegas Sugeng yang ditemui pikiranmerdeka.com di Banda Aceh, Sabtu (19/4/2014) sore.
Sugeng juga membantah surat permintaan audit mereka ke Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh tidak memenuhi standar permintaan audit investigasi. Menurutnya, surat permintan audit investigasi ke BPKP dalam kasus ini sama seperti surat-surat permintaan dalam kasus lainnya yang sudah disidangkan.
“Jadi tidak benar bila BPKP bilang surat kita tidak sesuai. Sama saja seperti surat sebelumnya. Misal kasus korupsi Kepala Satpol PP dan beberapa kasus korupsi lainnya,” rinci Sugeng.
Sebelumnya, Kepala Divisi Investgasi BPKP Aceh Sudiro setiap ditanyakan wartawan soal hasil audit kasus ini, ia mengatakan pihaknya tidak bisa melakukan audit atas kasus itu. Sudiro beralasan, surat penyidik tidak menyebut dugaan kerugian negara sementara.
“Bagaimana kami mengaudit kalau dalam surat tidak disebutkan kalau kasus itu diduga merugikan keuangan negara. Itu sebagai kekuatan kami untuk investigasi,” jawab Sudiro beberapa waktu lalu.
Menurut Sugeng, pihaknya tidak berwenang menyebut dugaan sementara dalam sebuah kasus korupsi karena wewenang mengaudit haknya BPKP. “Berkas kasus kan kami berikan ke mereka. Dari situ sebagai penguat surat kami,” tegas Sugeng.
Pengadaan alat pertanian di Distan Aceh ini bersumber Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) tahun 2013 senilai Rp39,2 miliar. Proyek tersebut dimenangkan oleh CV LAG dengan nilai kontrak Rp33,9 miliar. Kontrak ditandatangani, 6 Mei 2013.
Dalam perjalannya, pengadaan traktor tipe sedang 4 WD itu tidak sesuai spek seperti tertuang dalam kontrak, harganya juga digelembungkan. Ironisnya, pihak Kuasa Penggunan Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Tehnik Kegiatan (PPTK) Distan Aceh tidak mempermasalahkan tipe traktork tersebut. Bahkan, alat pertanian ini langsung diserahterimakan kepada masing-masing kabupaten/kota penerima bantuan.
Hasil penyelidikan penyidik Polresta Banda Aceh harga tipe traktor yang diadakan rekanan ini ternyata hanya senilai Rp26,1 milar saja. Sehingga, penyidik menduga selain menyalahi spek juga terjadi mark-up harga senilai Rp7,8 miliar dari nilai faktur pembelian.
Sumber-sumber lain menjelaskan, proyek ini merupakan program Gubernur Aceh untuk pertanian di Aceh tahun 2013. Kontrak proyek yang diplotkan memalui Bidang Bina Usaha Ekonomi (BBUE)Distan Aceh dengan PPTKnya seorang perempuan, berinisial DD.
Sementara KPA proyek ini ditangani oleh Kabid BBUE, awalnya berinisial AZ. Karena AZ pada bulan Juni 2013 berakhir masa dinas (pensiun), KPA kemudian berganti kepada KR. Untuk PHO proyek ini diketuai berinisial MZ.
(PM-016)
Belum ada komentar