PM, Banda Aceh – Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sepakat mendorong revisi terbatas Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), dengan fokus pada penguatan kewenangan khusus Aceh dan keberlanjutan Dana Otonomi Khusus (Otsus).
Kesepakatan itu dituangkan dalam naskah akademik dan rancangan revisi yang mencakup sembilan pasal prioritas. Langkah ini dinilai realistis di tengah dinamika politik nasional.
“Semula kita identifikasi 15 pasal, tapi setelah kajian bersama para pakar hukum, kami tekan menjadi sembilan pasal saja. Delapan di antaranya perubahan batang tubuh, dan satu penambahan pasal,” ujar Tgk. Anwar Ramli, Ketua Tim Revisi UUPA dari DPRA, dalam diskusi publik membahas UUPA di Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Selasa (8/7/2025).
Fokus utama dalam revisi ini adalah peningkatan fiskal Aceh melalui usulan perpanjangan Dana Otsus sebesar 2,5 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional tanpa batas waktu.
“Selama UUPA masih berlaku, maka dana Otsus juga harus terus diberikan. Ini bukan hanya soal anggaran, tapi tentang keberlanjutan perdamaian,” tegas Anwar.
Staf Ahli Bidang Reformasi Hukum Kemenko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Prof. Fitra Arsil, yang hadir dalam diskusi tersebut, menyambut baik usulan ini dan menegaskan pentingnya UUPA sebagai wujud rekonsiliasi pasca-konflik.
“UUPA bukan produk biasa. Ia lahir dari semangat damai dan merupakan salah satu bentuk otonomi paling luas yang pernah diberikan negara,” kata Fitra.
Menurutnya, revisi adalah bagian dari upaya penyempurnaan, bukan tanda kegagalan. “Saya optimis, asalkan proses ini terbuka dan melibatkan publik.”
Fitra juga mencatat bahwa selama hampir dua dekade, UUPA hanya beberapa kali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) dan belum menyentuh isu-isu strategis seperti keuangan daerah, fiskal, dan kekhususan.
“Mayoritas gugatan hanya soal pemilihan kepala daerah. Padahal, substansi UUPA jauh lebih luas dan penting,” tambahnya.
Dari sisi Pemerintah Aceh, Kepala Biro Hukum Setda Aceh, Junaidi, menyampaikan bahwa Pemerintah Aceh telah melayangkan surat dukungan kepada Presiden RI pada Juni lalu. Ia menyebutkan bahwa masterplan penggunaan Dana Otsus pasca-revisi penting disusun.
“Kita perlu perencanaan jangka panjang khusus, untuk memastikan penggunaan dana ini benar-benar mendukung perdamaian dan pembangunan Aceh,” ujarnya.
Pandangan Tokoh Politik Senior
Sejumlah tokoh politik juga memberikan pandangannya. Irwandi Yusuf, mantan Gubernur Aceh, mengingatkan agar revisi ini berpihak pada masyarakat, bukan hanya elite.
“Untuk siapa revisi ini? Kalau tidak dirasakan oleh rakyat kecil, kita salah arah. Harus ada alokasi yang menyentuh pendidikan, pertanian, dan masyarakat sekitar kawasan pertambangan di Aceh,” tegasnya.
Sementara Anggota DPR RI Nasir Djamil yang hadir secara daring, menggarisbawahi pentingnya menjaga semangat desentralisasi asimetris. Menurutnya perlu ada utusan khusus Presiden untuk mengawal daerah istimewa seperti Aceh.
“Relasi antara Presiden dan Gubernur Aceh sangat menentukan. Sayangnya, pejabat pusat saat ini banyak yang tidak terlibat dalam proses penyusunan UUPA dulu. Kita harus menjelaskan ulang,” katanya.
Pendapat lainnya disampaikan pakar hukum tata negara, Zainal Abidin. Ia menyoroti perlunya pemahaman mendalam terhadap prinsip lex specialis.
Kata dia, ketika UUPA berbenturan dengan UU sektoral, maka UUPA harus tetap diutamakan karena merupakan hukum khusus. “Banyak tafsir selama ini. UUPA adalah lex specialis terhadap Aceh. Ini harus dikawal secara serius,” jelasnya.
Cut Farah, salah satu peserta diskusi, mengingatkan bahwa kini perjuangan sudah masuk ke DPR RI. Ia mendesak para legislator Aceh di Forbes agar aktif mengawal revisi ini di Senayan.
“Jangan sampai kita kalah bukan karena ditolak pusat, tapi karena lalai mengawal dari dalam. Mereka harus masuk Panja dan melakukan pendekatan ke fraksi besar di DPR,” ujarnya.
Sementara itu, Azwar Abubakar, mantan Menteri PAN-RB, mengingatkan agar revisi UUPA tidak diisi dengan kepentingan yang tidak substansial, berkaca pada pengalamannya di masa pemerintahan silam.
“Kita pernah disarankan untuk minta sesuai yang dibutuhkan tapi diberi penuh, daripada minta banyak tapi tidak dikabulkan di pusat. Fokuslah pada yang benar-benar dibutuhkan rakyat Aceh,” tegasnya. []
Belum ada komentar