PM, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) Selasa (3/10), menggelar sidang kedua untuk Judicial Review Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang diajukan ketua DPRA Tengku Muharuddin serta Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI).
Sidang perkara yang teregistrasi dengan Nomor 66/PUU-XV/2017 dan 67/PUU-XV/2017 tersebut, dipimpin Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna didampingi Hakim Konstitusi Aswanto dan Wahiduddin Adams.
Baca : Gugat UU Pemilu ke MK, DPRA Gelontorkan Dana Rp 600 juta
Dalam sidang kedua tersebut, Ketua DPR Aceh Tgk Muharuddin, melalui kuasa hukumnya menyerahkan berkas perbaikan permohonan seperti yang disarankan oleh tiga hakim MK, pada sidang perdana beberapa waktu lalu.
Ketua DPRA yang menguji materiil Pasal 557 dan Pasal 571 huruf (d) UU Pemilu, memperbaiki kedudukan hukum pemohon yang merupakan anggota dewan dan mengatasnamakan lembaga negara.
Pada penyampaiannya, Burhanudin selaku kuasa hukum menyebutkan, Pemohon memiliki alasan hukum yang sah dengan kualifikasi lembaga negara (dalam hal ini adalah DPR Aceh) karena bertindak atas nama DPRA sebagai lembaga legislatif di Aceh.
“Jelaslah pemohon beralasan bertindak selaku pihak yang memiliki kedudukan hukum dan memiliki kepentingan hukum sebagai Pemohon pengujian norma hukum terhadap pasal a quo,” terang Burhanudin.
Sementara itu, pemohon Nomor 67/PUU-XV/2017 yang menguji Pasal 173 ayat (3) juncto Pasal 173 ayat (1) memperbaiki hal yang sama terkait kedudukan hukum Pemohon selaku partai politik.
Melalui Munatsir Mustaman, Pemohon menegaskan PPPI didirikan dengan berbadan hukum sebagaimana Akta Pernyataan Keputusan Partai Kongres Pekerja Indonesia menjadi Pengusaha dan Pekerja Indonesia Nomor 2 tahun 2008 tertanggal 26 Januari 2008 yang dibuat di hadapan notaris sebagaimana diubah dengan akta Pernyataan Keputusan Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia tanggal 28 Februari 2017 Nomor 43 tahun 2017 dan disahkan dalam Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia Periode 2016–2021.
“Bahwa untuk melaksanakan fungsinya tersebut sebagai partai politik, maka Pemohon harus menjadi peserta Pemilu 2019,” jelas Munatsir.
Munatsir menambahkan terdapat kesamaan secara garis besar antara syarat partai politik untuk menjadi badan hukum sebagaimana diatur Pasal 3 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dengan syarat peserta pemilu sebagaimana dimaksudkan Pasal 173 ayat (2) UU Pemilu Tahun 2017.
“Oleh karena telah memenuhi syarat sebagai badan hukum, secara otomatis Pemohon telah memenuhi hampir semua persyaratan sebagai peserta Pemilu,” tegasnya.
Dalam permohonan awalnya, Pemohon menyatakan pasal yang diujikan berpotensi merugikan hak konstitusional Pemohon karena bertentangan dengan Pasal 18B UUD 1945. Menurut Pemohon, penyusunan UU Pemilu tidak diawali dengan konsultasi dan pertimbangan dari DPRA sebagaimana diakui dan diberikan oleh Pasal 18B UUD 1945 tersebut.
Sementara PPPI yang berhak menjadi peserta pemilu menyebutkan ketentuan yang ada pada Pasal 173 ayat (3) UU Pemilu akan menghasilkan pemilu yang tidak adil.()
Belum ada komentar