Sejarawan USM Soroti Keberadaan Lembaga PDIA Aceh

Sejarawan USM Soroti Keberadaan Lembaga PDIA Aceh
Dok. PDIA

PM, Banda Aceh – Dosen Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Serambi Mekkah (USM), Muhammad Nur, M. Pd, menyorot keberadaan lembaga PDIA (Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh) yang selama ini berkantor sementara di salah satu ruangan di Gedung Meseum Aceh.

Sebelumnya, diketahui gedung PDIA tersebut telah berubah fungsi menjadi Rumah Sakit Gigi dan Mulut milik Unsyiah yang terletak di Blang Padang, Banda Aceh.

Muhammad Nur mengatakan, sejak perubahan tersebut, lembaga pusat dokumentasi dan informasi Aceh ini tidak terdengar lagi gaungnya sehingga keberadaan fakta- fakta sejarah semakin jarang diungkap. Karena itu, ia meminta direktur PDIA sekarang bertanggung jawab untuk mengembalikan marwah lembaga tersebut sebagaimana cita- cita alm. Prof. Dr. Ibrahim Alfian, MA.

“Prof. Dr. Ibrahim Alfian, MA, telah berjasa besar dalam melahirkan lembaga PDIA. Sebagai Kepala penelitian PLPIIS (Pusat Latihan Ilmu- Ilmu Sosial) pertama di Darussalam,” ujar M Nur.

Sejarawan USM, M Nur.

Ia menambahkan Prof. Alfian juga telah banyak mengembalikan dokumen- dokumen sejarah Aceh di Belanda lewat bantuan F.G.P Jaquet, Kepala Kearsipan di KITLV (Koninklijk Instituut Voor Taal Land- En Volkenkunde).

“Seyogyanya gedung tersebut milik bersama dengan pemerintah Aceh yang diresmikan pada tanggal 26 Maret 1977 pada masa Pemerintahan Gubernur Muzakkir Walad atas usulan Prof. Dr. Ibrahim Alfian, MA dalam menjaga identitas Aceh secara kajian ilmu pengetahuan dan mengenang 104 tahun peryataan perang Kerajaan Belanda kepada kerajaan Aceh,” tuturnya.

Menurutnya lagi, selama berkantor disana, informasi- informasi tentang Aceh sulit sekali diakses, karena keberadaan kantor penyimpan data dan informasi sejarah tersebut tidak diketahui masyarakat.

Padahal, menurutnya PDIA merupakan ujung tombak dalam mengenalkan Aceh bagi dunia luar khususnya turis-turis yang ingin berkunjung ke Aceh.

“PDIA tujuannya melihat Aceh secara kajian ilmu pengetahuan, tidak hanya dilihat secara kajian teritorial dan identitas bangsa saja, anehnya direkture PDIA sekarang terkesan diam dan mengaminkan pemindahan tersebut hingga hari ini,” tutup M Nur. []

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait