Perangkat Desa Ujong Tanoh Kecamatan Trumon meninjau realisasi pekerjaan pembangunan rumah transmigrasi, Minggu (8/11). Realisasi proyek itu mengecewakan masyarakat setempat karena dinilai tidak dilaksanakan secara maksimal. | Pikiran Merdeka/Hendrik Meukek

PM, TAPAKTUAN – Perangkat Desa Ujong Tanoh, Kecamatan Trumon memprotes realisasi pekerjaan proyek Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Pemukiman Transmigrasi (PKP2Trans) senilai Rp 3,5 miliar sumber dana Tugas Perbantuan Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal (KPDT) tahun 2015 yang dilaksanakan PT Putra Butgeut.

“Hasil amatan kami, realisasi pekerjaan proyek itu berbeda dengan gambar. Disamping itu, melihat perkembangan dilapangan saat ini dimana progress pekerjaan yang sudah dicapai masih sangat rendah, sehingga kami perkirakan proyek itu tidak siap tepat waktu,” kata Kepala Desa Ujong Tanoh, Kecamatan Trumon, Mahyudin kepada wartawan, Minggu (8/11).

Hasil penelusuran lapangan ditemukan beberapa item pekerjaan tidak sesuai harapan sehingga kuat dugaan proyek itu sarat masalah dan terindikasi terjadi penyimpangan.

Dilokasi pekerjaan proyek didapati fakta bahwa, kayu dan papan yang digunakan untuk pembangunan rumah transmigrasi berasal dari kayu sembarang yang kebanyakan terlihat baling, berlobang dan pecah-pecah. Bahkan ada beberapa rumah yang sedang dalam proses pekerjaan terlihat tiangnya menggunakan kulit kayu sehingga dinilai sangat tidak layak.

“Selain tiangnya menggunakan kulit kayu sehingga baling tidak lurus, juga dinding rumah yang dibuat dari papan system susun sirih, terlihat dipasang tidak rapat sehingga berlobang bisa diintip dari luar rumah. Ini sungguh tidak layak sebagai rumah tempat tinggal,” kata M Isya.

Yang anehnya, sambung Ibnu Hajar, beberapa rumah transmigrasi yang hampir siap dibangun di bagian depan dekat lokasi kantor (pintu masuk utama), justru terlihat bagus, dimana dinding yang dibuat dengan papan system susun sirih dipasang rapat-rapat. Tiang dan les plang atap depan rumah yang dibuat dari kayu terlihat rapi dan mulus karena bukan dari kulit kayu dan di ketam menggunakan mesin.

“Kenapa giliran rumah dibagian dalam yang jauh dari pintu masuk utama, tiang dan les plang atap bagian depan rumah justru masih berbulu karena tidak di ketam. Tiangnya dari kulit kayu sehingga baling atau tidak lurus. Dindingnya berlobang karena papan susun  sirih yang dipasang tidak rapat,” ungkap Ibnu Hajar.

Atas dasar itu, maka perangkat Desa Ujong Tanoh menilai kontraktor pelaksana dan konsultan pengawas termasuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pekerjaan proyek itu dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Aceh Selatan, tidak maksimal atau tidak sungguh-sungguh merealisasikan proyek itu dengan baik dilapangan sehingga dikhawatirkan rumah tersebut tidak memuaskan atau akan mengecewakan warga transmigrasi nantinya.

Pihak perangkat Desa Ujong Tanoh, Kecamatan Trumon, juga mempertanyakan sikap kontraktor pelaksana PT Putra Butget yang hingga saat ini belum memulai item pekerjaan lain selain pembangunan rumah transmigrasi, seperti pembangunan jalan, jembatan, gorong-gorong, sumur gali serta Land Clearing.

Soalnya, dengan sisa waktu yang tinggal kurang dari dua bulan lagi dari tenggat waktu terakhir sampai akhir Desember 2015, maka diperkirakan seluruh item pekerjaan bagian dari paket proyek PKP2Trans tersebut tidak akan selesai secara tepat waktu.

“Satu-satunya solusi untuk memecahkan persoalan ini adalah pihak kontraktor pelaksana harus memburu pekerjaan dilapangan, jika tidak maka proyek ini akan terancam tidak akan selesai tepat waktu,” tegas Ibnu Hajar.

 

Salah seorang tukang pembangunan rumah menyebutkan, pihaknya tidak mengetahui terkait dengan spesifikasi kayu dan papan yang digunakan belum diketam serta pecah-pecah dan baling termasuk tiang yang dari kulit kayu, sebab pihaknya hanya bertugas mengerjakan pembangunan rumah.

“Kalau masalah jenis kayu dan papan serta tiang belum di ketam saya tidak mengetahuinya, sebab saya hanya bertugas membangun rumah dengan ongkos per unitnya Rp 5 juta. Sedangkan material saya gunakan apa yang ada dilokasi,” ujarnya.

Menurutnya, penyebab lambatnya proses pekerjaan dilapangan karena terkendala dengan pasokan material. Dia menyebut, sudah selama satu bulan dilokasi proyek, hanya bisa bekerja maksimal selama 12 hari sedangkan sisanya menganggur karena tidak ada bahan material.

“Jika cuaca hujan, maka pasokan material terhenti. Kami secara otomatis tidak bisa bekerja,” ucapnya, seraya mengaku selama bekerja tidak pernah didatangi atau diawasi oleh pihak konsultan pengawas.

Sementara itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang juga Kabid Transmigrasi pada Dinsosnakertrans Aceh Selatan, Drs Syamsuar, mengaku terkait buruknya realisasi pekerjaan dilapangan maka pihaknya bersama konsultan pengawas CV Aufris, telah melayangkan teguran baik lisan maupun secara tertulis.

“Kami mengakui bahwa, memang ada beberapa rumah yang dibangun tidak sesuai harapan. Dinding yang terbuat dari papan susun sirih kondisi bolong karena tidak rapat itu, akan kami perintahkan untuk dibongkar kembali, termasuk tiang yang tidak diketam dan baling karena terbuat dari kulit kayu juga harus diperbaiki ,” tegasnya.

Menurutnya, berdasarkan hasil rapat dengan pihak pejabat Kementerian serta dihadiri langsung pihak kontraktor pelaksana, telah diputuskan bahwa, pihak kontraktor pelaksana harus menambah pekerja atau tukang pembuat rumah dilapangan sebanyak 20 orang lagi yang khusus didatangkan dari Sumatera Utara.

“Dari sejak awal kami sudah usulkan agar mendatangkan pekerja dari luar jangan pekerja local agar pekerjaan cepat selesai, tapi tidak di indahkan. Terhadap hasil keputusan itu apakah sudah ditindaklanjuti atau belum saya belum mengetahuinya, sebab belum saya cek dilapangan,” uajrnya.

Menurutnya, jika proyek pembangunan rumah transmigrasi itu tidak siap sesuai batas waktu yang ditetapkan sampai akhir bulan November 2015, maka selain akan di potong kontrak dengan konsekwensi perusahaan tersebut di black list dan anggaran dibayar sesuai volume pekerjaan, juga dampak dari itu sangat merugikan Pemkab Aceh Selatan karena pihak Kementerian PDT akan membatalkan kucuran anggaran kelanjutan proyek tersebut pada tahun 2016.

“Perihal ini sudah disampaikan oleh pejabat Kementerian PDT kepada kami. Meskipun anggaran sudah masuk dalam DIPA Kementerian PDT. Ini yang sangat kami sesalkan padahal komitmen awal pekerjaan rumah tersebut paling lambat akhir November 2015 sudah bisa fungsional,” sesalnya.

Menurutnya, timbulnya persoalan ini murni akibat kelalaian pihak kontraktor pelaksana, buktinya meskipun kontrak pekerjaan proyek sudah diteken pada tanggal 24 Agustus 2015 tapi realisasi pekerjaan baru dimulai satu bulan setelah itu, sehingga terbuang percuma waktu selama satu bulan.

“Kami mengakui kontraktor pelaksana proyek ini lambat. Disamping membuang-buang waktu selama satu bulan juga pasokan material ke lokasi kurang maksimal. Kami berharap dengan sisa waktu bulan November ini dapat diburu pekerjaan sehingga selesai akhir bukan November ini,” ujarnya seraya mengakui pencairan uang muka proyek baru dibayar 20 persen dari kontrak.

[PM006]

Komentar