Perkebunan Masyarakat di Sawang Jadi Rebutan, Bupati Aceh Utara Diduga Ikut Bermain

Perkebunan Masyarakat di Sawang Aceh Utara
Perkebunan Masyarakat di Sawang Jadi Rebutan, Bupati Aceh Utara Diduga Ikut Bermain

Program revitalisasi perkebunan masyarakat di Sawang, Aceh Utara, menjadi rebutan. Ada indikasi lahan untuk masyarakat itu akan dijual ke pihak lain. Bupati Aceh Utara diduga ikut bermain.

Raungan sirine memecah kesunyian hutan di pedalaman Sawang, Aceh Utara, 15 Januari 2011. Suara itu berasal dari iring-iringan voorijder yang mengawal kedatangan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mustafa Abubakar. Dia hadir untuk meresmikan pembukaan program revitalisasi perkebunan karet Peumakmue gampong yang dikelola Koperasi Perkebunan (Kopbun) Wareeh Nanggroe Bina Nusantara (WNBN).

Suasana di atas direkam warga melalui video amatir yang diperlihatkan ke Pikiran Merdeka, beberapa waktu lalu. Tentu saja, kedatangan pejabat tinggi negara tersebut disambut antusias masyarakat di sana.

Kala itu, areal hutan seluas 254 hektar disulap menjadi perkebunan karet. Semua itu bisa terwujud setelah Kopbun WNBN berhasil menggandeng mitra dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN)-I. Tak tanggung-tanggung, menurut keterangan Ketua Kopbun WNBN Muhammad Daudsyah, dana yang digelontorkan perusahaan BUMN ini mencapai Rp27 miliar.

Rencananya, revitalisasi hutan seluas hampir sepuluh ribu hektar ini secara bertahap akan dikonversi menjadi areal perkebunan rakyat. Tujuannya, tentu saja untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat, khususnya mereka yang tergabung dalam koperasi WNBN.

Kesuksesan ini tidak datang begitu saja, melainkan ada cerita panjang di belakangnya. Apa yang dialami Muhammad Daudsyah, tidaklah mudah. Ayah Wareeh—begitu biasa dia disapa—telah menghabiskan banyak waktu dan tenaga, merintis areal perkebunan bagi warga Sawang dan sekitarnya.

Sempat disangka gila, Muhammad Daudsyah tak berputus asa. Hampir tiga tahun dia menghabiskan waktu, keluar-masuk hutan dan rawa-rawa di pedalaman hutan Aceh Utara, sebelum program revitalisasi berjalan dari 2008 hingga 2010. Selama itu pula, tak sedikit cibiran yang dia terima dari orang-orang yang meremehkan usahanya.

“Pernah saat saya datang ke kantor Bupati Aceh Utara, pegawai di sana menyuruh saya membuang tas yang saya bawa,” kenang Daudsyah, saat mengurus berbagai keperluan untuk program revitalisasi Peumakmu Gampong melalui Kopbun WNBN.

Namun, pandangan sinis yang diberikan orang-orang, tak seketika membuat pensiunan guru ini patah arang. Ayah Wareeh tetap berkeyakinan bahwa usaha yang dia lakukan tak sia-sia. Itu sebabnya dia bersama beberapa rekannya terus berjuang mewujudkan program revitalisasi hutan menjadi perkebunan rakyat.

Benar saja, setelah bertahun-tahun, usaha yang dia rintis mulai menunjukkan hasil. Puncaknya, ketika program tersebut diresmikan pejabat tinggi dari Jakarta. “Saat orang-orang tahu bahwa yang datang meresmikan program ini Pak Mustafa Abubakar, baru mereka sadar apa yang sudah saya lakukan selama ini,” jelasnya.

Tanpa Bantuan Pemkab

Usaha Daudsyah bersama sejumlah anggotanya dilakukan secara swadaya. Tak ada dana segar yang diberikan pemerintah daerah kepada mereka. Dari dana anggota, mereka mengurus berbagai keperluan operasional sejak perintisan lahan serta mengurus berbagai keperluan administrasi untuk merealisasi program tadi.

Usaha itu baru berhasil setelah mereka menjajaki kerjasama dengan PTPN. Makanya biaya untuk pembangunan kebun, sebut Daudsyah, dilaksanakan oleh PTPN I yang menjadi mitra Kopbun WNBN. Dari kerjasama ini, program revitalisasi perkebunan mulai berjalan. PTPN membantu pembangunan areal perkebunan karet seluas 254 hektar.

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait