Ratusan siswa sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah tampak antusias mengikuti Tur Anak Meuseuraya Akbar 2025, sebuah kegiatan edukatif luar ruang yang menjadi bagian dari rangkaian Meuseuraya Akbar 2025 di Kabupaten Pidie. Digagas oleh Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (MAPESA), tur ini menjadi medium kreatif untuk memperkenalkan sejarah dan budaya Aceh kepada generasi muda sejak dini.
“Kegiatan ini dirancang untuk menanamkan rasa cinta dan bangga terhadap budaya lokal sejak usia dini. Kami ingin anak-anak tumbuh dengan kesadaran bahwa mereka adalah pewaris dan penjaga warisan sejarah Aceh,” ujar Ketua Panitia Meuseuraya Akbar 2025, Iskandar Tungang.
Kegiatan diawali di Gedung Meusapat Ureung Pidie, di mana para peserta dilepas secara resmi oleh Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Pidie, Rohana Razali Sarjani. Ia menekankan pentingnya pendidikan budaya yang dilakukan di luar kelas.
“Kegiatan seperti ini adalah bentuk investasi masa depan. Anak-anak yang mengenal sejarah bangsanya sejak dini akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter dan memiliki jati diri yang kuat,” katanya.
Salah satu titik penting dalam tur adalah kunjungan ke Makam Sultan Ma’ruf Syah di Gampong Dayah Tanoh. Di lokasi ini, para peserta mendengarkan penjelasan tentang peran Sultan Ma’ruf Syah dalam sejarah Aceh serta nilai-nilai perjuangan yang diwariskannya. Mereka berdiri melingkar, menyimak dengan serius, beberapa mencatat, lainnya memegang lembaran edukatif yang dibagikan panitia.
Setelah itu, dilakukan penanaman pohon secara simbolis oleh Inspektur Daerah Militer (Irdam) Iskandar Muda. Penanaman ini menjadi simbol keterkaitan antara pelestarian budaya dan pelestarian lingkungan yang tidak bisa dipisahkan.
Perjalanan pun berlanjut ke Kompleks Makam Syaikh Abdurrahim Al Madani di Keutumbu. Di sini, peserta mengenal tokoh ulama besar yang berperan dalam penyebaran ilmu agama di Aceh pada masa silam. Penjelasan ringkas dari pemandu sejarah MAPESA diselingi kuis-kuis ringan untuk menjaga semangat belajar anak-anak.
Tur kemudian membawa peserta ke Masjid Raya Labui untuk istirahat, salat, dan makan siang bersama, lalu dilanjutkan ke situs Benteng Kuta Asan, peninggalan masa kolonial yang menjadi saksi bisu perjuangan rakyat Aceh. Anak-anak tampak tertarik mendengar kisah perlawanan yang pernah terjadi di balik dinding batu benteng itu.
Rangkaian kegiatan ditutup di Gedung Meusapat Ureung Pidie dalam Pameran Sejarah Meuseuraya Akbar 2025. Berbagai artefak sejarah, narasi visual, dan sesi kuis budaya menutup tur dengan semangat belajar yang tak surut.
“Dengan menginjakkan kaki langsung ke tempat-tempat bersejarah, anak-anak tidak hanya belajar secara kognitif, tetapi juga secara emosional dan afektif. Kami ingin menciptakan kenangan yang membekas agar semangat pelestarian ini tumbuh bersama mereka,” pungkas Iskandar.
Kegiatan Tur Anak Meuseuraya Akbar ini tidak hanya menjadi bagian dari pelestarian budaya, tetapi juga mempererat kolaborasi antara masyarakat, pemerintah daerah, dan komunitas sejarah dalam membangun kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga warisan leluhur.
Belum ada komentar