Saat tim TAPA menyodorkan dokumen RAPBA 2018, aku Asrizal, kedatangan mereka tidak disertai Gubernur Irwandi. Padahal, rapat pembahasan KUA PPAS ketika itu adalah pertemuan Banggar DPRA dengan Gubernur bersama Tim TAPA.

Ketidakhadiran Irwandi memantik kecurigaan di kalangan Banggar. “Saya lihat tanpa kehadiran Irwandi. Tim TAPA ini seperti ada main-main, karena mustahil jika mereka tidak mengetahui aturan, di sisi lain kita juga bingung, kalau sudah diserahkan, seharusnya pasti ada persetujuan dari pak gubernur. Jadi kita belum mengerti apa alasan mereka mengantar dokumen itu,” kata Asrizal.

Ia meragukan peran TAPA dalam mengajukan RAPBA tanpa kehadiran gubernur dalam rapat pembahasan KUA PPAS saat itu. Sepengetahuan Asrizal, TAPA hanya sebatas tim teknis yang dibentuk gubernur. Sedangkan tanggung jawab mendiskusikan anggaran itu ada pada Banggar dan gubernur.

“Jadi saya pikir, bicara politik anggaran, tidak mungkin kita berpolitik dengan orang teknis. Politik anggaran itu harusnya gubernur yang bertemu dengan kita. Kalau gubernur itu hadir, tidak akan begini kejadiannya,” kata Asrizal.

Ia pun menduga, TAPA mengambil peran di luar tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka. Karena itu, Asrizal meminta mereka tetap fokus pada tugasnya saja, yakni berkoordinasi terkait pengelolaan keuangan daerah berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh gubernur.

Baca: Kutukan APBA Telat

“Yang memikirkan anggaran itu sudah ada Banggar, sedangkan TAPA menggambarkan program anggaran sesuai visi-misi pak gubernur. Dalam hal itu dia harus bisa jelaskan ke Banggar, jadi banggar itu mengerti mana yang kurang dan mana yang lebih. Yang bertanggung jawab itu, ya Banggar dan gubernur,” ia kembali mengingatkan.

Anggota Banggar lainnya, Rudi Fatahul Hadi kepada Pikiran Merdeka, juga menyampaikan bahwa pihaknya masih membahas KUA PPAS 2018. “Tengah berlanjut, jadi tunggu selesai itu dulu baru kita tahu berapa besaran anggaran untuk RAPBA nantinya, penentuannya di KUA PPAS,” katanya.

Ia memaklumi alasan Tim TAPA yang ingin menyelesaikan RAPBA ini tepat waktu, tepatnya tanggal 14 mendatang sesuai Permendagri. Namun di lain pihak, pengajuan RAPBA harus sesuai prosedur.

“Kita tak pernah ada upaya menghambat, yang kita inginkan ini semua sesuai dengan mekanisme yang ada. Kami juga ingin semua ini bisa tepat waktu, agar nanti bisa dilaksanakan. Tapi kalau kemarin itu kan kesannya dipaksakan, ya dewan tentu tak dapat menerimanya. Kami menolak dokumen, bukan pembahasannya, jadi jangan salah ditanggapi,” ujarnya.

Dikembalikan ke TAPA

Belakangan, Banggar mengembalikan dokumen KUA PPAS 2018 itu ke Tim TAPA. Hal itu diungkapkan anggota Banggar dari Fraksi Partai Nanggroe Aceh (PNA), Samsul Bahri pada Sabtu pekan lalu.

“Kita kembalikan untuk dikoreksi. Pada dasarnya kami ingin semua sesuai prosedur, kerja Banggar adalah mengawasi ajuan anggaran dan jika ada yang perlu dikoreksi, kami akan kembalikan,” sebutnya.

Karena itu, lanjut Samsul, lambat-tidaknya pembahasan APBA bergantung pada tim TAPA sendiri. Jika cepat mengkoreksi KUA PPAS ini, maka pembahasan RAPBA 2018 bisa segera dilaksanakan. Pihak DPRA menargetkan RAPBA bisa disahkan akhir Desember nanti.

Hingga akhir pekan lalu, Pikiran Merdeka telah berupaya meminta klarifikasi dari TAPA perihal pengajuan RAPBA 2018 tersebut. Ketua TAPA yang juga Sekretaris Daerah Aceh, Dermawan tak dapat ditemui di ruang kerjanya. Ia juga tak menjawab panggilan telepon serta pesan singkat yang dikirimkan Pikiran Merdeka.

Sementara Sekretaris TAPA, Azhari Hasan yang juga Kepala Bappeda Aceh pun tak dapat dimintai keterangan. Pada Kamis pekan lalu, dirinya hadir di Aula P2K Kantor Gubernur dalam agenda rapat pembahasan KUA PPAS 2018. Pertemuan itu tertutup bagi awak media. Keesokan harinya, Jumat (8/12), Azhari diketahui sedang rapat di DPRA.

Humas Pemerintah Aceh, Mulyadi Nurdin mengaku tidak tahu secara detail sejauh mana pembahasan KUA PPAS. Kepada Pikiran Merdeka, ia mengatakan hingga kini masih dibahas dengan Banggar di DPRA.
“Secara umum, tahapannya memang sedang berjalan, sampai Jumat kemarin Tim TAPA masih intens membahas ini dengan DPRA. Untuk detailnya, saya rasa bisa ditanyakan langsung ke pihak TAPA,” katanya singkat.

Keterlambatan DPRA

Berbeda dengan Banggar, pengamat politik Aryos Nivada mengatakan bahwa persoalan tarik-ulur RAPBA 2018 ini disebabkan oleh pihak DPRA sendiri, yang terlambat membahas KUA PPAS.

“Kalau kita runut secara kronologis, ini karena KUA PPAS yang sudah diajukan TAPA ke DPRA tidak kunjung dibahas. Karena tak dibahas, maka eksekutif mengambil inisiatif mengajukan RAPBA 2018,” kata Aryos kepada Pikran Merdeka, Sabtu pekan lalu.

Namun dalam perjalanannya, lanjut dia, DPRA melakukan ‘manuver’ dengan mengatakan bahwa RAPBA 2018 tidak bisa dibahas karena KUA PPAS belum disepakati. Dirinya mempertanyakan kenapa DPRA tak kunjung menuntaskan KUA PPAS 2018.
Jika merujuk pada aturan mengenai tata kelola pemerintahan, kata Aryos, untuk tahun pertama gubernur dan wakil gubernur terpilih bisa berpedoman pada dokumen KUA PPAS yang pernah ditetapkan di masa pemerintahan sebelumnya.

“Logikanya jelas, untuk tahun-tahun pertama masa transisi, hitung-hitungannya harus benar-benar dipersiapkan dalam proses untuk establish, persiapan awal, karena kalau menunggu KUA PPAS yang baru itu tidak segera disahkan. Ini berdampak pada pelayanan masyarakat, dan ini jadi tanggung jawab gubernur,” terangnya.

Ia menambahkan, sebagaimana dalam qanun RPJM yang lama, disebutkan apabila RPJM yang baru belum ada, maka Qanun RPJM yang lama masih bisa dipakai. Karena, biasanya RPJM gubernur baru bisa terlaksana pada tahun berikutnya.

“RPJM Irwandi itu akan settle di tahun ke dua pemerintahan beliau, tahun pertama masih dalam proses transisi. Jadi, tidak serta merta dengan setelah dilantik, maka cepat tersusun perencanaan untuk KUA PPAS versi dia. Tidak seperti itu,” tukasnya.[]

Komentar