Menguak Dugaan Manipulasi Dana BOS di Bireuen

Menguak Dugaan Manipulasi Dana BOS di Bireuen
Menguak Dugaan Manipulasi Dana BOS di Bireuen

Kepala SMKN 1 Simpang Mamplam, Bireuen, ditengarai memanipulasi data siswa untuk mengegerogoti dana bantuan operasional sekolah.

Pemerintah menggulirkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk meringankan beban ekonomi siswa kurang mampu di tanah air. Namun, tidak sedikit bantuan tersebut disalahgunakan oknum pimpinan sekolah.

Akibatnya, tidak sedikit pula kepala sekolah di berbagai daerah di tanah air harus berurusan dengan hukum. Bahkan, berujung penjara setelah terbukti menyelengkan dana BOS.
Dugaan penyelewengan dana BOS juga terjadi di beberapa kabupaten/kota di Aceh. Jumat (22/9) lalu, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh menjatuhkan vonis satu tahun penjara terhadap JF, mantan Kepala SMP Negeri 5 Suka Makmue, Nagan Raya. Vonis tersebut terkait tindak pidana korupsi dana BOS dengan kerugian negara mencapai Rp264 juta lebih yang terjadi pada tahun 2015.

Belakangan, berhembus kabar jika dugaan penyelewengan dana BOS juga terjadi di SMKN I Simpang Mamplam, Kecamatan Simpang Mamplam, Kabupaten Bireuen. Kepala sekolah di sana disinyalir melakukan manipulasi data Dapodik Siswa.

Kepala SMKN 1 Simpang Mamplam Abdul Fatah

Informasi dihimpun Pikiran Merdeka menyebutkan, dalam memuluskan aksinya meraup uang negara, sang kepala sekolah memasukkan nama-nama siswa yang sudah tidak bersekolah lagi ke dalam Dapodik. Tak tangung-tanggung, sebanyak 20 orang siswa dimasukkan dalam data penerima mamfaat dana BOS tersebut.

Parahnya lagi, praktek ini disebut-sebut sudah berlangsung selama dua tahun. Berdasarkan data diterima, per siswa mendapatkan Rp1,4 juta setiap tahunnya. Jika dikalikan 20 siswa fiktif, maka dana BOS yang diduga mengalir ke kepala sekolah selama dua tahun Rp56 juta.

Menurut sumber tersebut, saat pencairan dana tersebut langsung diambil oleh kepala sekolah untuk kepentingan pribadi. “Praktek ini sudah berjalan kurang lebih dua tahun,” ujar sumber yang minta namannya dirahasiakan ini kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (11/11).

Bukan hanya memalsukan data siswa, lanjut dia, Kepala SMKN I Simpang Mamplam juga disebut-sebut kerap menyalahi aturan lainnya. “Penggunaan dana BOS yang seharusnya dikelola secara transparan, namun oleh kepala sekolah dilakukan dengan cara terselubung dan tidak dimusyawarahkan dengan guru dan komite sekolah,” ungkapnya.

Menurut dia, selama ini banyak guru dan komite sekolah tidak mengetahui jumlah besaran dana BOS untuk sekolah itu, dikarenakan data BOS ditutupi oleh oknum kepala sekolah. “Ketika dana BOS turun, ia (kepala sekolah) memerintahkan bendahara ntuk memindahkan uang dari rekening sekolah ke rekening pribadinya,” bebernya.

Padahal, sebut sumber ini, pengelolaan dana BOS secara sepihak oleh kepala sekolah menyalahi aturan. Di mana, dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2017 Bab VI tentang petunjuk teknis bantuan operasional sekolah disebutkan, penggunaan dana BOS di sekolah harus didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama antara tim BOS sekolah, dewan guru dan komite sekolah. Hasil kesepakatan di atas harus dituangkan secara tertulis dalam bentuk berita acara rapat dan ditandatangani oleh peserta rapat. Kesepakatan penggunaan dana BOS harus didasarkan skala prioritas kebutuhan sekolah, khususnya untuk membantu mempercepat pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan/atau Standar Nasional Pendidikan (SNP);

“Prioritas utama penggunaan dana BOS adalah untuk kegiatan operasional sekolah; bagi sekolah yang telah menerima DAK, tidak diperkenankan menggunakan dana BOS untuk peruntukan yang sama,” paparnya.

Sebaliknya jika dana BOS tidak mencukupi untuk pembelanjaan yang diperbolehkan, maka sekolah dapat mempertimbangkan penambahannya dari sumber pendapatan lain yang diterima oleh sekolah dengan tetap memperhatikan peraturan terkait.

Dalam peraturan tersebut juga disebutkan biaya transportasi dan uang lelah guru PNS yang bertugas di luar kewajiban jam mengajar harus mengikuti batas kewajaran yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Bunga bank/jasa giro akibat adanya dana di rekening sekolah menjadi milik sekolah dan digunakan untuk keperluan sekolah (SE Ditjen Perbendaharaan Nomor: S-5965/PB/2010 tanggal 10 Agustus 2010 perihal Pemanfaatan Bunga Bank yang berasal dari Dana BOS di rekening sekolah).

Selanjutnya dijelaskan juga larangan penggunaan dana BOS. Dana BOS yang diterima oleh sekolah tidak boleh digunakan untuk hal-hal seperti disimpan dengan maksud dibungakan, dipinjamkan kepada pihak lain, membeli software/perangkat lunak untuk pelaporan keuangan BOS atau software sejenis; membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memerlukan biaya besar, misalnya studi banding, tur studi (karya wisata) dan sejenisnya; membayar iuran kegiatan yang diselenggarakan oleh UPTD kecamatan/kabupaten/kota/provinsi/pusat, atau pihak lainnya, kecuali untuk biaya transportasi dan konsumsi siswa/pendidik/tenaga kependidikan yang mengikuti kegiatan tersebut, serta membayar bonus dan transportasi rutin untuk guru.

Kemudian, membiayai akomodasi kegiatan seperti sewa hotel, sewa ruang sidang, dan lainnya; membeli pakaian/seragam/sepatu bagi guru/siswa untuk kepentingan pribadi (bukan inventaris sekolah); digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat; membangun gedung/ruangan baru, kecuali pada SD/SDLB yang belum memiliki prasarana jamban/WC dan kantin sehat, membeli Lembar Kerja Siswa (LKS) dan bahan/peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran; dan menanamkan saham.

Selanjutnya juga dilarang membiayai kegiatan yang telah dibiayai dari sumber dana pemerintah pusat atau pemerintah daerah secara penuh/wajar; membiayai kegiatan penunjang yang tidak ada kaitannya dengan operasional sekolah, misalnya membiayai iuran dalam rangka upacara peringatan hari besar nasional, dan upacara/acara keagamaan; membiayai kegiatan dalam rangka mengikuti pelatihan/sosialisasi/ pendampingan terkait program BOS/perpajakan program BOS yang diselenggarakan lembaga di luar SKPD pendidikan provinsi/ kabupaten/kota dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; membayar honorarium kepada guru dan tenaga kependidikan atas tugas/kegiatan yang sudah merupakan tugas pokok dan fungsi yang telah diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku.

Khusus untuk sekolah jenjang pendidikan menengah, juga tidak boleh digunakan untuk membayar honor rutin bulanan guru dan tenaga kependidikan/non kependidikan honorer.

KEPSEK MEMBANTAH
Terkait dugaan penyelewengan dana BOS tersebut, Kepala SMKN 1 Simpang Mamplam Abdul Fatah membantahnya. Menurut dia, pengelolaan dana BOS di sekolah yang dipimpinnya itu sangat transparan dengan melibatkan semua pihak, baik guru maupun komite sekolah.

“Itu tidak benar, dana BOS kita kelola secara terbuka dan transparan,” ujar Abdul Fatah kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (11/11).
Sementara menyangkut pemindahan sejumlah dana ke rekening pribadi, menurut Abdul Fatah, uang tersebut digunakan untuk membayar hutang sekolah kepada pihak lain. “Dana BOS kan keluarnya triwulan, sementara sebelum keluar uang itu kita telah berhutang keperluan sekolah seperti ATK dan lain-lain ke pihak lain. Nah, uang yang ditransfer itu untuk membayar hutang tersebut,” ungkapnya.

Abdul Fatah juga membantah jika dirinya memasukkan data fiktif atau siswa yang tidak sekolah lagi ke Dapodik. Menurutnya, data yang terinput dalam Dapodik sesuai dengan data penerima selama ini. Kecuali itu, Abdul Fatah mengaku jika dari beberapa nama yang terdata dalam Dapodik terdapat beberapa siswa yang sudak tidak aktif lagi bersekolah.
“Memang ada sekitar 6 siswa yang tidak aktif lagi dan masih terdata dalam sistim Dapodik. Nama mereka tidak bisa kita hapus. Namun demikian, dana yang masuk tetap kita pertanggungjawabkan,” tegasnya.

Terpisah, Hasan, Bendahara SMK N I Simpang Mamplam saat ditanyai Pikiran Merdeka terkait dugaan penyelewengan dana BOS di sekolah tersebut, enggan berkomentar banyak. Hasan meminta Pikiran Merdeka untuk menghubungi langsung sang kepala sekolah. “Hubungi saja kepala sekolah, apa yang disebutkan oleh kepala sekolah, ya seperti itulah semuanya. Saya tidak berani berbicara masalah ini,” ucapnya.

Menyangkut adanya perintah melakukan transfer ke rekening pribadi sang kepala sekolah, Hasan memberikan jawaban yang bertolak belakang dengan Abdul Fatah. Dia malah membantah adanya pemindahan dana tersebut. “Itu tidak benar,” tegasanya.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait