Banda Aceh – Lembaga Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyesalkan kegagalan elit Aceh baik eksekutif dan legislatif dalam menyelesaikan kewajibannya mambahas anggaran tepat waktu. Meski bukan kali pertama, namun hal ini dinilai kian memperpanjang daftar buruk kegagalan Pemerintahan Aceh dalam hal perencanaan dan penganggaran.
Koordinator bidang Kebijakan Publik MaTA, Hafid dalam rilisnya menyampaikan, dalam satu dasawarsa terakhir, hanya di tahun 2014 lah APBA disahkan tepat waktu, selebihnya molor.
“Artinya, sejak 2005 tahun ini tepat 13 kali kita sudah terlambat. Tahun ini pula Aceh sebagai provinsi paling terlambat dalam melakukan pengesahan anggaran secara nasional. Kondisi ini cukup menggambarkan bagaimana buruknya perencanaan pembangunan Pemerintah Aceh dalam satu dekade terakhir,” kata dia, Selasa (27/2).
Sebagaimana diketahui, Gubernur Aceh hari ini telah menyurati Ketua DPRA. Dalam surat tersebut, pihaknya memberitahukan bahwa batas waktu persetujuan bersama antara Gubernur dan DPRA terhadap Rancangan Qanun Aceh tentang RAPBA 2018 menjadi Qanun Aceh tentang APBA 2018, telah berada di tenggat waktu. Surat bernomor 903/7601 tersebut, kata Hafid, mengindikasikan bahwa RAPBA 2018 akan disahkan dengan Peraturan Gubernur apabila hingga batas waktu tersebut RAPBA 2018 belum mencapai kesepakatan bersama.
Dalam beberapa pekan terakhir, agenda pertemuan pembahasan anggaran beberapa kali gagal dilakukan. Berbagai alasan mengemuka, eksekutif dan legislatif masing-masing memiliki argumentasinya sendiri.
“Kondisi ini sangat memprihatinkan, menunjukkan bahwa kepentingan elit lebih diutamakan daripada membahas kepentingan masyarakat banyak. Jika untuk bertemu saja gagal, bagaimana mungkin kesepakatan bisa didapat. Ini sangat merugikan masyarakat Aceh,” kata Hafid lagi.
MaTA menilai, kedua pihak tidak serius melakukan pembahasan anggaran.
“Ini menunjukkan sikap kekanak-kanakan elit Aceh dalam menjalankan amanah rakyat. Walau secara regulasi dimungkinkan RAPBA 2018 disahkan dengan Peraturan Kepala Daerah, namun ini menjadi preseden buruk dalam perencanaan dan penganggaran Aceh,” tutupnya. []
Belum ada komentar