PM, Banda Aceh – Kejaksaan Tinggi Aceh menetapkan Fajri selaku mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan jembatan rangka baja di Gampong Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Pidie.
Selain Fajri, Kejati Aceh juga menetapkan empat orang lainnya dalam kasus tersebut. Mereka masing-masing berinisial JF selaku kuasa pengguna anggaran yang juga Kepala UPTD Wilayah I, KN selaku PPTK, SF selaku Wakil Direktur CV Pilar Jaya, dan RM selaku Site Engineer PT Nuansa Galaxy.
Untuk diketahui, Fajri saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh.
Kajati Aceh Muhammad Yusuf melalui Kasi Penkum Kejati Aceh, Munawal Hadi dalam siaran pers yang diterima media ini, Jumat, 22 Oktober 2021 mengatakan, kelima orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka lantaran terindikasi dugaan korupsi dalam pekerjaan pembangunan jembatan Gigieng dengan nilai kontrak Rp1,8 miliar lebih.
Kejati Aceh hingga saat ini belum melakukan penahanan terhadap tersangka dan masih melakukan pemeriksaaan. Pihak Kejati Aceh juga masih menunggu hasil audit BPKP Aceh terkait kerugian negara atas perbuatan kelima tersangka tersebut.
Disebutkan, proyek pembangunan jembatan Gigieng bersumber dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2018 senilai Rp 2.134.000.000.
Sebelumnya sudah dilakukan pekerjaan abutmen tahap I di tahun 2017, sedangkan tahun 2018 masuk tahap II untuk pemasangan rangka baja. Selanjutnya anggaran tahun 2019 masuk tahap III untuk pengerjaan pengecoran lantai dan pengaspalan.
Setelah dilakukan pelelangan di ULP Aceh, Pokja kemudian menetapkan CV Pilar Jaya sebagai pemenang dengan penawaran harga Rp 1.877.037.195.55,-
“Bahwa untuk pengajuan dokumen penawaran pada saat tender, CV Pilar Jaya membawa dokumen dukungan dari PT Woog Neer Biro. Padahal semua dokumen tersebut palsu karena PT Woogner Biro tidak pernah memberikan dukungan kepada CV Pilar Jaya,” kata Munawal.
“SKA Tenaga Ahli semuanya hanya untuk kelengkapan administrasi saja, namun tidak bekerja,” lanjut Munawal lagi.
Sesaat sebelum pelaksanaan pekerjaan, kata Munawal, pelaksana CV Pilar Jaya mengubah dukungan dari PT Woog Neer Biro Indonesia ke PT Yambala Indonesia. Perubahan tersebut tanpa melakukan adendum dan kajian teknis dari Tim Dinas PUPR Aceh, tetapi disetujui oleh PPTK dan KPA.
Dari hasil penyelidikan diketahui pekerjaan rangka baja jembatan Gigieng tersebut tidak pernah dilakukan MC-0. Proyek tersebut bahkan belum pernah dikerjakan sama sekali hingga habis masa atau waktu kontrak di tahun 2018. Selain itu, konsultan pengawas juga tidak melakukan pengawasan sampai kontrak pengawasan habis waktunya.
Inspektorat Aceh kemudian menegur proyek pembangunan jembatan Gigieng tersebut dan memerintahkan agar pekerjaan itu tidak dilanjutkan pada tahun 2018. Perintah tersebut turun lantaran realisasi pembangunan masih nol persen dan tidak mungkin melanjutkan pekerjaan karena tidak cukup waktu.
Selanjutnya, papar Munawal Hadi, PPTK mengadakan rapat show cause meeting dengan Wakil Direktur CV Pilar Jaya. Saat itu, Wadir CV Pilar Jaya menyatakan sanggup untuk mendatangkan rangka baja dengan segera. Alhasil PPTK tidak melakukan pemutusan kontrak dengan persetujuan dari KPA.
PPTK dan KPA kemudian menyetujui pembayaran 100% untuk Tahap II sebagaimana dalam laporan as built drawing (MC100), dengan SPM Nomor : 00549/spm-bl/1.01.03.01/2008 tanggal 27 Desember 2018 sebesar Rp 1.313.926.036,-
“Namun sebenarnya pekerjaan tersebut belum dikerjakan sama sekali,” ungkap Munawal.
Dari hasil pelaporan konsultan pengawas kepada PPTK, pekerjaan rangka baja jembatan Gigieng tersebut masih 0% sampai 27 Desember 2018. Namun, kata Munawal, site engineer (konsultan pengawas) membuat laporan pekerjaan sudah mencapai 100% untuk pembayaran 100%.
“Semua dokumen yang digunakan sebagai kelengkapan administrasi untuk pembayaran dipalsukan Wakil Direktur CV. Pilar Jaya selaku pelaksana dan ditanda tangani oleh KPA, PPTK, site engeneer (konsultan pengawas) padahal mengetahui pekerjaan tersebut belum selesai sama sekali,” katanya.
Dari hal tersebut diketahui bahwa Tim PPHP Dinas PUPR Aceh dan Pengguna Anggaran (PA) tidak memeriksa volume pekerjaan pembangunan rangka baja Jembatan Gigieng tersebut. Padahal Tim PPHP Dinas PUPR Aceh dan PA mempunyai tugas untuk mengawasi penggunaan anggaran.
Terhadap pekerjaan tersebut pun telah dilakukan serah terima aseet yang dituangkan dalam berita acara Nomor 032/664/PUPR/2018 tanggal 31 Desember 2018, dari Kadis PUPR Aceh tahun 2018 (selaku pengguna anggaran) kepada Kadis PUPR Pidie tahun 2018. Serah terima asset itu dilakukan pada Februari 2019 (berlaku mundur).
“Ketika dilakukan pekerjaan lanjutan Tahap III pengecoran lantai jembatan Gigieng TA 2019 dari dana APBK Pidie, berupa pengecoran lantai jembatan, terjadilah lendutan pada ginder jembatan, sehingga Dinas PUPR Pidie menghentikan pekerjaan pengecoran,” lanjut Munawal lagi.
Tim Teknik dari Universitas Syiah Kuala (USK) juga telah melakukan pemeriksaan fisik di lapangan terhadap pembangunan jembatan tersebut. Dari keterangan Dr Ir Muttaqin Hasan, MT selaku Ketua Lab Forensik Struktur Bangunan USK diketahui, hasil desain jembatan girder Kuala Gigieng Kecamatan Simpang Tiga Kabupaten Pidie TA 2018 secara teknis tidak layak.
“Karena girder jembatan Gigieng tersebut tidak memenuhi persyaratan dalam RSNI T-03- 2005 untuk memikul beban jembatan, sebagaimana disyaratkan dalam SNI 1725:2016, sehingga tidak aman untuk digunakan,” pungkas Munawal.[]
Belum ada komentar