Kejati SP-3, Korupsi Kuala Gigieng Dilapor KPK

Kejati SP-3, Korupsi Kuala Gigieng Dilapor KPK
Gedung KPK

imagePM, Banda Aceh- Gerakan Anti Korupsi melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pemberhentian pengusutan perkara (SP-3) dugaan korupsi normalisasi Kuala Gigieng, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar Rp 2 miliar.

Pelaporan itu guna meminta KPK untuk menelaah kembali penanganan dugaan korupsi yang disebut-sebut melibatkan Bupati Aceh Besar,  Mukhlis Basyah oleh Kejaksaan Negeri Jantho dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh.

Selain ke KPK, laporan No.31/B/G-Aceh/III/2014 tanggal 28 Maret 2014 tersebut juga turut disampaikan ke Kejaksaan Agung dan Jaksa Pengawal Kejaksaan Agung.  “Laporan itu terkait permohonan telaah kembali penanganan kasus itu,” kata Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani kepada pikiranmerdeka.com, Jumat (28/3/14).

Diakatakannya, data diperoleh GeRAK penanganan kasus dugaan korupsi normalisasi Kuala Gigeng di Desa Lambada Lhok, Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar Tahun 2008 mulai ditangani Kejari Jantho, Aceh Besar sejak 2010 hingga awal tahun 2014. Namun, belum juga ditingkatkan status penanganan kasusnya.

Tiba-tiba, lanjut Akhlani, tanggal 27 Februari 2014 Kajari Jantho malah mengeluarkan Surat Pemberhentian Penyidikan Perkara (SP3) dengan surat bukti Nomor: 2013/N-1:27/FD.1/02/2014. “Dengan alasan karena  belum ada ahli yang bisa hitung nilai kerugian negara, termasuk unsur dari pihak BPKP dan Balai Pengairan Sumut-Aceh,” tututnya.

GeRAK Aceh meragukan alasan Kajari Jantho itu sehingga mendesak KPK untuk melakukan kajian ulang terhadap penanganan kasus ini, dan melakukan suvervisi ulang dengan kembali membuka kasus tersebut.  “Sebab, dari fakta yang ada proyek normalisasi Kuala Gigeng di Desa Lambada Lhok Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2008 diduga berpotensi merugikan keuangan negara,” tambah Askhalani.

Dia menjelaskan, pada tahun 2008, Kabupaten Aceh Besar mendapat DAK dari Menteri Keuangan RI melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan untuk budi daya ikan tawar di Kota Jantho dan Krueng Raya senilai Rp2,240 miliar. Namun, Dinas Perikanan Aceh Besar secara sepihak mengubah bentuk proyek yang telah diatur oleh kementerian itu tanpa persetujuan Kementrian Kelautan dan Perikanan dan Meteri Keuangan.

Dana senilai Rp2 miliar  dialihkan untuk normalisasai Kuala Gigieng dan sisanya Rp240 juta untuk budi daya ikan air tawar di Kota Jantho. Perubahan itu  melanggar Pasal 13 Permen Kelautan dan Perikanan RI No. Per.21/MEN/2007 tentang petunjuk teknis penggunaan DAK.  “Memang sesuai keterangan bahwa permohonan perubahan lokasi telah diajukan ke Departemen Kelautan dan Perikanan, namun belum mendapat persetujuan,” rinci Askhalani.

Dugaan kesalahan lainnya, rekanan PT Rika Jaya yang dinakhodai Mukhlis (dipanggil Adun) kembali memindahkan lokasi pengerukan dari gambar awal yang direncanakan Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh Besar. Meski pengerukan itu dilakukan di Kuala Gigieng, tetapi lokasinya bergeser jauh dari lokasi yang tentukan sebelumnya. Itu dilakukan Mukhlis tanpa ada persetujuan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh Besar selaku pemilik proyek.

Selain itu, normalisasi Kuala Gigieng juga tidak berdampak positif bagi nelayan di sana. Lokasi yang dikeruk kembali mendangkal beberapa bulan setelah proyek selesai. Itu terjadi karena pasir bekas kerukan ditempatkan hanya berjarak 10 meter dengan pinggir sungai, sehingga kembali dibawa ombak ke dalam sungai.

Sementara dalam aturan normalisasi sungai,pasir bekas kerukan minimal ditempatkan 70 meter dari pinggir sungai. ”Atas dasar itu, kami meragukan atas SP-3 kasus tersebut dan meminta KPK untuk menelaah kembali,” pungkas Askhalani.

Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Tinggi Aceh menghentikan pengusutan dan penyidikan proyek normalisasi dan pengerukan muara sungai Kuala Gigieng di Kabupaten Aceh Besar yang total anggarannya Rp2 miliar. “Pengusutan dan penyidikan kasus dugaan korupsi pengerukan Kuala Gigieng ini sudah dihentikan karena indikasi kerugian negara tidak bisa dihitung,” kata Kepala Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Aceh Amir Hamzah di Banda Aceh, Kamis (27/3/2014).

Penghentian pengusutan kasus korupsi itu berdasarkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 yang dikeluarkan Kejaksaan Negeri Jantho, Aceh Besar. (PM-016)

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Deklarasi Pasangan Tarmizi-Machsalmina (PM/Oviyandi Emnur)
Deklarasi Pasangan Tarmizi-Machsalmina (PM/Oviyandi Emnur)

Deklarasi Senyap Tarmizi