PM, Banda Aceh – Anak gajah sumatera yang terluka karena terkena jerat di wilayah replanting sawit, di desa Alue Meuraksa, Aceh Jaya dikabarkan mati pada Selasa, 16 November 2021. Kematian gajah ini memantik sikap Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh yang meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Gajah betina berusia satu tahun tersebut sebelumnya ditemukan terluka parah di kawasan Alue Meuraksa. Satwa dilindungi itu belakangan dievakuasi ke Saree guna mendapat penanganan medis lanjutan. Namun nahas, gajah malang yang terpisah dari rombongannya itu tidak dapat diselamatkan. Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi yang dikeluarkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh terkait kematian gajah tersebut.
Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Muhammad Nur, menilai pemerintah di Aceh selama ini terlihat tidak serius dalam melindungi satwa kunci di daerah tersebut, termasuk gajah Sumatra. Menurutnya hampir setiap tahun terdengar kasus kematian gajah. Alasan kematian satwa dilindungi itupun beragam, seperti terkena jerat maupun diracun.
Di sisi lain, kata M Nur, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya justru mendapatkan kuota replanting sawit seluas 1.425 hektar pada tahun 2019. Lahan sawit itu tersebar di berbagai titik, di antaranya Desa Alue 453 hektar, Masen dan Panter Kuyun Kecamatan Darul Hikmah-Setia Bakti 130 Hektar, dan Gampong Baroh seluas 50 hektar.
Replanting sawit juga disebutkan ada di Desa Gunong Buloh seluas 289 hektar dan di Desa Ranto Saboh seluas 287 hektar.
“Luas kawasan peremajaan sawit sudah mengganggu jalur lintas gajah hingga terancam punah satwa kunci di Aceh yang masih kaya hutan,” kata M Nur.
Walhi Aceh menilai kegiatan perluasan peremajaan sawit di Aceh maupun di daerah lain turut membuktikan bahwa pemerintah tidak peduli dengan jalur atau koridor gajah. Seharusnya, kata M Nur, jalur gajah tidak diganggu meskipun atas nama bisnis atau ekonomi dari sektor sumber daya alam.
Hal inilah yang membuat Walhi Aceh meminta Dinas Perkebunan Aceh untuk menghentikan sementara waktu kegiatan peremajaan sawit. Penghentian itu menurut Walhi Aceh diperlukan hingga adanya penjelasan lebih rinci terkait kawasan yang boleh digunakan untuk replanting. “Hingga tidak mengganggu habitat gajah dan spesies kunci lainnya di Aceh,” kata M Nur lagi.
Walhi juga meminta BKSDA untuk mengusut tuntas kasus kematian anak gajah yang terjerat di lokasi peremajaan sawit. Menurutnya hal tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja, sebab jeratan gajah ditemukan hampir setiap tahun di Aceh.
“Kami juga meminta KLHK untuk mengevaluasi capaian program TFCA terkait dengan perlindungan gajah Sumatra. Ketika melihat angka kematian gajah meningkat setiap tahun, menunjukkan bahwa BKSDA tidak serius memberikan perlindungan terhadap Gajah Sumatra yang hampir punah,” pungkas M Nur.[]
Belum ada komentar