Pengesahan APBA 2017 tersandera kepentingan pribadi elit Aceh.
Pengesahan APBA 2017 tersandera kepentingan pribadi elit Aceh.

Pengesahan APBA 2017 tersandera kepentingan pribadi elit Aceh. Program siluman trilinanan rupiah disisipkan jelang finalisasi anggaran.

Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Mayjen (Purn) menaruh harapan besar bisa segera mengirimkan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh tahun 2017 senilai Rp14 triliun pada pekan ini. Apalagi, setelah sempat membatalkan wacana mem-Pergub-kan APBA 2017, Soedarmo akhirnya setuju untuk menjadwal ulang pembahasan anggaran dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Namun, jadwal yang sudah disepakati 17 Januari untuk ditandatangani RAPBA 2017 dipastikan kembali molor.

Rapat Badan Anggaran pada Jumat pekan lalu yang batal digelar menyebabkan pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2017 tak lagi sesuai jadwal. Tak satupun di antara empat pimpinan DPRA hadir dalam Rapat Bangagr. Padahal, undangan agenda tersebut ditandatangani langsung oleh Ketua DPRA Teungku Muharuddin. Disinyalir, ini salah upaya pihak legislatif memperlambat pengesahan anggaran.

DPRA dinilai tidak komit terhadap kesepakatan yang sudah dibuat dengan Plt Gubernur Aceh. Padahal, setelah adanya desakan publik untuk membatalkan wacana mem-Pergub-kan APBA 2017, kini malah DPRA berulah. Mereka memperlambat pembahasan demi memasukkan kepentingan kelompok dengan mengatasnamakan rakyat.

Namun, batalnya Rapat Banggar juga dikarenakan adanya penolakan dari Plt Gubernur yang disampaikan melalui Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA). Karena terlanjur dijadwalkan, Teungku Muharuddin bersama tiga pimpinan lainnya yang kompak tidak hadir dianggap sebagai bagian dari tolak-tarik kepentingan yang belum diakomodir dalam draft KUA-PPAS.

Dalam perkembangan pembahasan anggaran di DPRA, tiba-tiba muncul program siluman yang tak pernah dibahas sebelumnya. Total dana itu disebut-sebut mencapai ratusan miliar rupiah hingga Rp1 triliun. Anggaran siluman ini berupa ratusan program yang tersebar di sejumlah Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA).

Sumber dana program siluman ini juga tidak jelas. Apakah memotong anggran program lain ataupun menaikkan pagu APBA 2017. Namun, getolnya usaha di balik pemaksaan progam ini menyeret dua nama pejabat teras, Ketua DPRA Teuku Muharuddin dan Wakil Gubernur Aceh nonaktif Muzakkir Manaf.

Jika isu tersebut benar, keterlambatan pengesahan APBA tahun ini bisa dikatakan akibat tolak-tarik program siluman. Upaya mengakomodir kepentingan elit politik ini benar-benar memalukan. Bila fair dalam menilai, proses keterlambatan ini bukan wilayah kepentingan rakyat, tapi untuk kepentingan para politisi dan partai politik.

Desakan publik untuk tidak bermain-main dengan uang rakyat seolah tak lagi didengar. Imbaun saja tak lagi cukup. Mendesak Plt Gubernur segera mem-Pergub-kan APBA jadi opsi terakhir untuk menyelamatkan uang rakyat agar tak menguap begitu saja.

Di tengah kesulitan ekonomi masyarakat dan masih ketergantungan kepada APBA, rakyat Aceh tentu menangis melihat perangai pemimpinnya yang rakus dan tak lagi peduli aspirasi rakyat.

Rakyat tentu tidak boleh diam. Ulah tangan-tangan ‘siluman’ yang mengotak-atik APBA untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu harus dihentikan. Kalau tidak, jangan harap Aceh akan bangkit dari keterpurukan.[]

Komentar