Kantor DPR Aceh

Dalih ingin berguru, ramai-ramai anggota DPRA ke luar negeri. Kunjungan kerja itu dinilai sekedar plesiran wakil rakyat yang menguras anggran daerah.

Pertengahan Mei lalu, publik sempat dibuat kaget dengan keinginan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk meminta tambahan biaya perjalanan dinas. Permintaan tersebut awalnya mengemuka dalam rapat tertutup  Badan Anggaran (Banggar) DPRA dengan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA). Kepada TAPA, wakil rakyat “mengeluh” biaya perjalanan dinas mereka telah menipis.

Padahal, biaya perjalanan dinas DPRA untuk dalam daerah, luar daerah dan luar negeri,  pada tahun ini tergolong besar. Sekira Rp92,48 miliar dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2016 untuk kepentingan anggota dewan melakukan perjalanan dinas beserta penunjang kebutuhan lainnya.

Polemik minta tambahan uang jalan tersebut belum reda, pertengahan pekan lalu, kabar kurang sedap kembali berembus dari DPRA. Pasalnya, para wakil rakyat Aceh ini tengah merencanakan kunjungan kerja ke luar negeri. Tak tanggung-tanggung, lima komisi merencanakan perjalanan ke lima negara berbeda. Komisi I akan bertolak ke Amerika Serikat pada Senin, 25 Juli 2016. Komisi II mewacanakan perjalanan ke Australia pada September nanti. Lalu Komisi III akan berangkat menuju Swiss dan Komisi IV berguru ke Maroko.  Sementara Komisi VII dijadwalkan akan ke luar negeri pada akhir Agustus mendatang .

Dari lima komisi tersebut, ternyata sudah ada yang telah menyelesaikan perjalanannya.  Komisi IV yang diketuai Anwar Ramli ini secara diam-diam berangkat dan tanpa diketahui publik. Komisi ini membidangi pekerjaan umum, penataan dan tata ruang, pengawasan kota, perhubungan, informasi dan komunikasi, serta pemukiman dan perumahan rakyat.

Saat dikonfirmasi Pikiran Merdeka, anggota Komisi IV Asrizal H Asnawi mengaku ikut serta dalam Kunker tersebut. Namun, ia menolak anggapan sejumlah pihak bahwa perjalanan tersebut bersifat plesiran.

“Silahkan saja ditulis (diberitakan) plesiran, tapi perjalanan (dinas) kami ke sana (Moroko) ada manfaatnya,” tutur  Ketua Fraksi PAN ini, Jumat, 22 Juli 2016.

“Silahkan tanyakan ke Ketua Fraksi,” sambung Asrizal. Ia lalu buru-buru memutus sambungan telepon. Saat dihubungi kembali, ia menolak menjawab panggilan Pikiran Merdeka.

Sementara itu, Komisi I yang membidangi politik, hukum dan pemerintahan juga bersiap bertolak ke negeri Paman Sam. Mereka memulai perjalanan Sabtu 23, Juli 2016 dari Aceh. Komisi yang diketuai Abdullah Saleh ini bertolak ke Amerika Serikat melalui Bandara Soekarno Hatta pada Senin (25/07/2016). Kunker ini sendiri dijadwalkan berlangsung selama seminggu, dengan estimasi waktu dua hari perjalanan pulang-pergi dan lima hari di Amerika.

“Nanti malam (Sabtu malam) kami akan berangkat ke Jakarta, lalu Senin baru kami terbang ke Amerika,” aku Abdullah Saleh kepada Pikiran Merdeka, Jumat, 22 Juli 2016.

Dari sepuluh anggota komisi yang ia pimpin, kata Abdullah Saleh, hanya seorang yang menyatakan tidak ikut. Selain dirinya, anggota Komisi I yang berangkat yakni  H Harun, Iskandar Usman Al-Farlaky, Azhari, M Saleh, M Tanwier Mahdi, Bukhari Selian, Bardan Sahidi, dan Murdani Yusuf. Tercatat, hanya Djasmi Hass yang tidak ikut serta. Djasmi batal berangkat karena tidak diizinkan partainya, Partai NasDem.

Agenda perjalanan ini, menurut Abdullah Saleh, sudah disusun jauh-jauh hari. Bahkan, rencana “berguru” ke Amerika ini sudah ditetapkan dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) DPRA 2016. Anggaran untuk Kunker ini sudah diplotkan dalam  APBA 2016. Selain itu, izin juga sudah dikantongi dan tak ada koreksi dan penolakan dari Mendagri. Namun, Abdullah Saleh mengaku tak hafal biaya perjalanan dinas yang mereka butuhkan untuk “berguru” ke negara Adi Kuasa tersebut.

Menurut dia, Komisi I sangat terbuka kepada publik perihal agenda Kunker itu. Ia lalu membandingkan komisi yang dipimpinnya dengan komisi lain di DPRA. “Jika komisi lain diam-diam berangkat sehingga tidak diketahui publik, kami sangat terbuka kepada publik. Kami pastikan kepada publik, bahwa perjalanan dinas ini ada manfaatnya. “

Politisi Partai Aceh ini menuturkan, tidak ada kesalahan yang dilakukan oleh anggota dewan terkait kunjungan kerja ke luar negeri. Pasalnya, aturan sendiri membenarkan perjalanan dinas dalam rangka meningkatkan kapasistas dan wawasan anggota dewan. Selain itu, Kunker itu juga bertujuan mencari referensi dalam penyusunan qanun di Aceh.

Meski begitu, sepulangnya dari negara tujuan Kunker tersebut, Saleh mengakui tak serta merta langsung diterapkan di Aceh. “Kita gunakan (ilmu) untuk menambah refensi dalam penyusunan qanun-qanun yang tengah kita susun. Seperti qanun Pilkada Aceh,” dalih politisi senior ini.

“Kita ingin pelajari juga bagaimana proses demokrasi di Amerika terkait Pilpres. Lalu kita akan melakukan pertemuan dengan negara-negara bagian dan pertemuan dengan Parlemen Amerika. Kita akan pelajari bagaimana sistem pemerintahan dari negara bagian dengan pemerintah pusat,” sambungnya.

Ia mengakui, pendangan publik akan beragam dalam menyikapi perjalanan dinas mereka. Di mata AbdullH Saleh, tak semua masyarakat mengerti manfaat dari perjalanan dinas yang mereka lakukan. “Tergantung tingkat kecerdasan dari masyarakat,” ujarNYA.

Muhammad Amru dari Komisi II juga mengakui pihaknya akan berangkat kunjungan kerja ke Australia. Keberangkatan komisi yang mengurusi  perindustrian dan perdagangan, standar mutu dan perlindungan konsumen, pertanian, perikanan dan kelautan, peternakan, perkebunan, ketahanan dan kedaulatan pangan, logistik, lingkungan hidup, koperasi dan UKM, serta pertambangan energiini akan dilaksanakan pada September mendatang.

“Meski ini sudah ditetapkan dalam RKT 2016, perjalanan ke negeri kangguru itu masih bersifat wacana,” katanya.  

Ia menyebutkan, Ketua Komisi II sudah menyampaikan agar rencana Kunker tersebut untuk ditinjau ulang pelaksanaannya.  “Saya mengapresiasi sikap Ketua Komisi II Tgk Anwar yang sudah memberikan pemahaman kepada para anggota terkait wacana Kunker tersebut,” kata Amru. “Nantinya, Komisi II akan menggelar rapat membahas persoalan ini. Jikapun dirasa memang harus berangkat, tapi jangan semua lah.”

Senada dengan Abdullah Saleh, Amru berdalih tujuan Kunker tersebut juga untuk memberi masukan dan tambahan referensi bagi anggota dewan dalam penyusunan qanun yang tengah digodok DPRA.

Begitu pula yang disampaikan Ghufran Zainal. Pria yang duduk di Komisi VII ini membenarkan komisinya telah merencanakan perjalanan ke Spanyol pada akhir Agustus mendatang. Kedatangan mereka ke Negeri Matador itu untuk memenuhi undangan dari MUI-nya Spanyol.

Ghufran menolak memberitahukan siapa saja yang akan berangkat dari Komisi VII DPRA. Dia berdalih, perjalanan tersebut masih bersifat wacana.  “Masih wacana, karena masih banyak tugas lain yang harus kami selesaikan,” terang Ghufran, Sabtu pekan lalu.

Ketua PKS Aceh ini menuturkan, dibanding kunker tersebut , masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan komisi yang mengurusi agama dan budaya ini. “Kunjungan kerja tersebut bukan prioritas komisi VII. Jadi kami nantinya akan kaji ulang,” kata Ghufran.

Meski begitu, ia menampik anggapan bahwa perjalanan ke luar negeri yang mereka rencanakan untuk pemborosan anggaran.  Menurut dia, tujuan kunker dari setiap komisi menjadi salah satu ukuran efektifnya sebuah perjalanan dinas.

Perjalanan Komisi II ke Spanyol, disebut Ghufran sudah tepat. Spanyol merupakan bekas negara Islam terbesar di Eropa. Selain merencanakan pertemuan dengan MUI-nya Spanyol, Komisi VII juga akan bertemu dengan lembaga sertifikasi halal negara tersebut.

Sementara itu, salah seorang anggota Komisi III, Alaidin Abu Abbas mengaku tak tahu-menahu agenda “jalan-jalan” ke luar negeri tersebut. Saat dihubungi Pikiran Merdeka, Jumat pekan lalu, ia mengakui sedang dalam perjalanan menuju Takengon, Aceh Tengah. Sedangkan anggota Komisi III, disebutnya  tengah berada di Jakarta. “Saya tak tahu menahu jika Komisi III merencanakan Kunker,” kata politisi Partai Demokrat itu.

Gaya Lama

Kunjungan kerja lima komisi di DPRA mendapat kecaman keras dari pegiat anti korupsi. Sejumlah LSM menilai, perjalanan dinas ke luar negeri para wakil rakyat itu tidak akan memberikan manfaat bagi publik Aceh. Menurut Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), agenda tersebut hanya menguras anggaran rakyat Aceh.

“Manfaatnya hanya buat mareka saja, karena dapat jalan-jalan ke luar negeri. Kalau bagi rakyat, sama sekali tidak bermanfaat,” tutur Alfian, Koordinator MaTA.

Sebelumnya, berdasarkan penelitian MaTA terhadap temuan BPK Aceh tahun 2014 terungkap banyaknya penyelewengan dana perjalanan dinas pejabat dan anggota DPRA. Di tahun itu saja, dugaan kerugian uang negara mencapai Rp3 miliar lebih. Temuan tersebut diharapakan MaTA menjadi warning bagi legislatif maupun eksekutif yang melakukan perjalanan dinas.

“Jangan sampai temuan itu didapatkan lagi dalam audit ke depan. Kita berharap, perjalanan dinas para anggota dewan benar-benar memberikan dampak yang bagus bagi masyarakat,” ujar Alfian.

“Catatan kami, perjalanan dinas berpotensi terjadi tindak pidana korupsi dengan modus mark-up dan laporan fiktif. MaTA juga mendesak BPK RI untuk bisa melakukan audit investigasi terhadap perjalanan dinas anggota DPRA, sehingga tidak terjadi kerugian keuangan negara atau rakyat,” katanya.

Menurut Alfian, perjalanan dinas ke luar negeri tersebut merupakan cara lama yang masih digunakan oleh anggota dewan untuk menghabiskan anggaran rakyat Aceh. Secara substansi perjalanan ke luar negeri tersebut diyakininya tidak memberikan efek apapun dalam mendorong pembangunan di Provinsi Aceh. Hal itu terbukti dari perjalanan-perjalanan sebelumnya, tidak ada hasil apa-apa yang mereka bawa pulang untuk Aceh. “Perjalanan ke luar negeri juga sering berakhir sia-sia, karena jarang yang diimplementasikan di Aceh,” tegas Alfian.

Alfian mengaku miris dengan kebijakan tersebut. Apalagi serangkaian perjalanan ke luar negeri itu dilakukan di tengah padatnya aktifitas di DPRA. “Perjalanan ke luar negeri ini dilakukan oleh anggota dewan kita dengan menggeser jadwal pembahasan KUA-PPAS. Jadi, di sini jelas sekali kesannya bahwa mereka lebih mementingkan jalan-jalan ke luar negeri daripada mengutamakan kepentingan rakyat, yakni membahas KUA-PPAS 2017 yang mestinya sudah waktu pembahasan,” sambungnya.

Menurut Alfian, pembahasan KUA-PPAS jelas untuk kepentingan masyarakat Aceh, guna memastikan arah anggaran ke depan. Ia mewanti-wanti agar pembahasan APBA 2017 tidak mengulangi kesalahan seperti tahun-tahun sebelumnya yang selalu molor.

“Jangan lagi terulang (keterlambatan pembahasan APBA 2017) karena bisa terlambat lagi pengesahannya. Ini akan berdampak pada proses pembangunan dan ekonomi rakyat Aceh yang sampai sekarang masih sangat ketergantungan pada APBA,” katanya.

Karena itu, MaTa mendesak dewan untuk membatalkan perjalanan dinas ke luar negeri. “Ya, ini harus dibatalkan agar mereka fokus dan tidak menunda pembahasan KUA-PPAS,” tutup Alfian.[]

Komentar