Di balik misi peluncuran wahana antariksa Uni Emirat Arab (UEA) ke Mars, ada andil ilmuwan muda bernama Sarah Al Amiri. Kecintaannya terhadap antariksa mengantarnya memimpin misi penting tersebut.
Siapa sangka, di kemudian hari, sosok yang kini berusia 34 tahun tersebut menjadi menteri muda yang mengurusi ilmu pengetahuan tingkat lanjut.
Sarah juga dikenal sebagai Ketua Dewan Ilmuwan UEA sekaligus President Emirates Space Agency. Tak heran tugas besar sebagai manajer dan engineer proyek Emirates Mars Mission pun diletakkan di pundaknya.
Kerja keras Sarah memimpin timnya mengantarkan misi luar angkasa Al Amal atau Hope sukses mencapai Mars pada 9 Februari lalu. Sedikit kilas balik, Al Amal diluncurkan di Pusat Antariksa Tanegashima, Jepang, pada 20 Juli 2020. Ketika sukses meluncur, Sarah pun seketika menjadi perhatian dunia.
UEA menjadi negara kelima di dunia yang berhasil mencapai Planet Merah tersebut, dan negara Arab pertama yang meluncurkan misi antarplanet. Keberhasilan misi Mars tak hanya menguak sosok Sarah, tetapi juga dinilai membangkitkan kembali romantisme Islam di masa lalu yang amat memuliakan sains, namun kini tertutup gaungnya oleh bisingnya ekstremisme dan puritanisme.
Terpesona oleh luar angkasa
Semasa kecilnya di Abu Dhabi, UEA, Sarah sudah terpesona dengan luar angkasa. Tetapi saat itu, negaranya masih berjarak tahunan cahaya untuk bisa mencapai bintang.
Sebagai seorang anak muda yang senang mengamati gambar galaksi yang jauh, Sarah terpesona oleh jumlah bintang, tata surya, planet, dan objek di luar sana yang secara numerik tidak dapat dipahami orang awam.
“Tapi yang lebih penting dan menarik lagi adalah cara para ilmuwan menjelajahinya, baik dengan teleskop, pesawat ruang angkasa, maupun gambar radio,” katanya seperti dikutip dari AFP yang dilansir detikINET.
Setelah lulus dari sekolah menengah pada tahun 2004, Sarah kuliah di American University of Sharjah, mendapatkan gelar Sarjana dan Magister di bidang teknik komputer, minatnya yang lain selain luar angkasa.
“Itu adalah ketertarikan yang mendalam tentang cara kerja benda-benda dan komputer. Bagaimana mereka dibuat. Bagaimana mereka dirancang. Bagaimana perangkat keras beroperasi dengan perangkat lunak,” ujarnya.
Namun dirinya baru menyadari bahwa ruang angkasa adalah takdirnya, setelah mengikuti wawancara di badan antariksa UAE Mohammed Bin Rashid Space Centre di Dubai pada tahun 2009.
“Saya benar-benar ‘kecebur’ ke dunia ini,” katanya seraya menambahkan bahwa lembaga tersebut saat itu sedang mencari engineer sehingga dirinya tertarik melamar pekerjaan.
Tugas pertama Sarah adalah bekerja di Dubai Sat-1, satelit observasi Bumi Emirat pertama, dan dia dengan cepat naik pangkat. Seiring berbagai prestasi dan kecakapannya berkembang, karirnya pun melesat.
Dia pun diangkat sebagai Menteri Sains UEA pada 2017 dan Ketua Mohammed Bin Rashid Space Centre. Selain itu, tahun lalu, BBC menempatkannya sebagai salah satu dari 100 wanita paling inspiratif dan berpengaruh di tahun 2020.
Lebih membanggakan lagi, tim ilmuwan UEA yang menangani misi ke Mars ini didominasi oleh kaum hawa. “Tim sains dari misi ini terdiri dari 80% perempuan,” ujarnya.
Sarah sudah berkarir selama 12 tahun di pusat antariksa sampai akhirnya menjadi menteri. Tentu perjuangannya tidak mudah, apalagi dibebani tugas mendorong kemajuan iptek negara UEA.
“Program ini telah mempercepat laju pengembangan kemampuan untuk para ilmuwan dan juga engineer,” kata dia.
Misi ke Mars punya peluang keberhasilan hanya 50%, namun UEA punya impian untuk merintis kolonisasi di Mars tahun 2117. Tapi sebelum ke sana, mereka ingin bisa mendaratkan manusia di Bulan pada 2024.
Bagi UEA, ambisi antariksa bukan sekadar untuk gengsi, melainkan tuntutan alamiah yang dipaksa memikirkan alternatif dan skenario masa depan ketika minyak yang menjadi sumber ekonominya saat ini, tak bisa lagi ditambang.
“Bagi kami ini bukan kemewahan, bukan pula gimik. Ini kebutuhan mutlak dalam mengembangkan keterampilan dan kemampuan serta pembangunan sebuah bangsa secara keseluruhan,” kata Sarah.
Sumber: DETIK
Belum ada komentar