Konflik Perbatasan Baru Azerbaijan dan Armenia

konflik Azerbaijan Armenia
Konflik Perbatasan Baru Azerbaijan dan Armenia

PM, Baku – Telepon genggam kombatan militer Armenia dan Azerbaijan terus memberikan gambaran parsial, tetapi dramatis tentang konfrontasi antar kedua negara sejak awal musim panas.

Para tentara juga memfilmkan tentang serbuan ke pos-pos musuh sembari berteriak dalam bahasa Rusia yang kacau pada lawan agar mereka pergi. Beberapa cuplikan juga memperlihatkan para tentara berjibaku, saling pukul dan juga menembak ke udara dengan senapan serbu.

Di momen lain, satu peleton pasukan Armenia dan Azeri saling berhadapan di padang rumput Alpine nan indah. Jarak pertempuran antara keduanya hanya beberapa meter saja.

Situasi menegangkan di perbatasan dua negara itu juga terjadi pada sore Selasa, 16 November 2021.

Belum ada informasi yang dapat diverifikasi secara independen tentang konflik antar kedua negara itu. Meskipun demikian, sumber-sumber militer dan media lokal terus melaporkan adanya pertempuran skala penuh selama beberapa jam di sepanjang bentangan perbatasan antara Azerbaijan dan Armenia, atau dekat Gunung Ishkhanasar.

Baik Armenia maupun Azerbaijan juga melaporkan adanya personil yang tewas dalam jibaku terbaru itu. Militer Armenia, misalnya yang menyebutkan sebanyak enam tentara mereka tewas. Sementara Azerbaijan melaporkan tujuh tentara mereka gugur.

Cuplikan rekaman amatir dari ponsel juga memperlihatkan unit artileri Azerbaijan membombardir tentara Armenia. Di lain pihak, Kementerian Pertahanan Armenia justru merilis video kendaraan lapis baja Azerbaijan terkena serangan senjata jarak jauh mereka.

Rekaman video mengerikan lain memperlihatkan tentara Azerbaijan memukuli tentara reguler Armenia di tengah badai salju pada suatu malam. Inilah gambaran terbaru konflik perbatasan antara Azerbaijan dengan Armenia, seperti dilansir Al Jazeera, Jumat, 19 November 2021. Kedua negara masih saling berebut perbatasan yang pernah diterapkan kartografer Soviet di masa lalu.

Konflik Nagorno-Karabakh

Militer Azerbaijan berhasil merebut kembali hampir seluruh wilayah yang hilang dari kendali de facto Armenia, yang menguasai kawasan sejak 90-an itu. Kemenangan Azerbaijan ini membuat sejumlah daerah perbatasan seperti provinsi Syunik dan Gegharkunik di Armenia serta Zangezur Timur Azerbaijan menjadi garis depan militer.

Olesya Vartanyan, seorang analis senior Interntional Crisis Group yang berkantor di Brussels mengatakan, kedua pasukan ingin membangun pos strategis di wilayah pegunungan.

“Masalah harian saat ini adalah pasukan dari pihak yang berlawanan tidak memiliki komunikasi satu sama lain. Hal yang sama juga terjadi antara Staf Gabungan Azerbaijan dan Armenia. Ketika satu sisi mengamati beberapa truk besar dengan tentara, dia langsung mencurigai kemungkinan persiapan serangan. Tidak ada cara untuk memeriksa sebelum memulai serangan,” kata Vartanyan seperti dilansir Al Jazeera.

Provinsi Syunik memisahkan Azerbaijan dari eksklavenya, Republik Otonomi Nakhchivan, di beberapa tempat dengan jarak kurang dari 40km. Pasukan Azerbaijan bahkan telah mendirikan pos-pos pemeriksaan di jalan-jalan penghubung beberapa kota dan desa Armenia, di Syunik.

Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Armenia, Arman Tatoyan bahkan menuduh Azerbaijan telah mengisolasi mereka. Dia juga menggambarkan bahwa guru dan anak-anak tidak dapat pergi ke sekolah akibat kebijakan tersebut.

“Blokade jalan Goris-Kapan atau yang disebut perbatasan Azerbaijan dan pos pemeriksaan pabean akan menyebabkan pelanggaran hak-hak penduduk sipil dan masalah kemanusiaan yang parah, termasuk isolasi sejumlah komunitas sipil,” kata Toyotan kepada media Armenia.

Sementara Azerbaijan menyatakan bahwa Armenia memprovokasi pertempuran terakhir.

Pihak Barat menduga Azerbaijan sedang menjalankan strategi untuk menekan Armenia guna menyelesaikan negosiasi, menyusul kesepakatan gencatan senjata atas Nagorno-Karabakh pada tahun lalu. Persyaratan itu termasuk komitmen Armenia untuk mengizinkan “akses tanpa hambatan” antara Republik Otonomi Nakhchivan dan Azerbaijan.

Fuad Shahbaz, seorang analis militer dari Baku, mengatakan pertempuran terakhir adalah hasil dari negosiasi yang gagal mencapai tujuan mereka, termasuk demarkasi perbatasan.

“Yerevan belum siap untuk konsesi pada rute transit, dan saya kira Baku kehilangan kesabaran. Harapan untuk menyelesaikan masalah itu sebelum musim dingin selama pertemuan November yang direncanakan di Moskow, ditunda.”

Shahbaz percaya bahwa pembukaan rute ke Nakhchivan akan menguntungkan Azerbaijan dan Armenia karena menghubungkannya dengan Turki. Sementara bagi banyak orang Armenia hal itu merupakan ancaman langsung terhadap kedaulatan negara mereka.

“Tujuan strategis Azerbaijan adalah untuk membangun setidaknya kontrol de facto atas provinsi Syunik,” kata Benyamin Poghosyan, seorang ilmuwan politik yang berbasis di Yerevan. “Presiden Aliyev dari Azerbaijan telah berkali-kali menyatakan secara terbuka bahwa provinsi Syunik secara artifisial memisahkan dunia Turki yang terbentang dari Istanbul hingga Kazakhstan.”

Kehadiran Rusia

Kehadiran militer Rusia di Armenia seharusnya menjamin keamanan Armenia. Sepatu bot Rusia di tanah Karabakh juga diharapkan dapat membantu menjaga perdamaian yang rapuh, meskipun sesekali kekerasan tingkat lokal pecah di kawasan itu.

Sejauh ini, Armenia belum secara resmi meminta intervensi militer Rusia sebagai bagian dari Perjanjian Keamanan Kolektif dengan Moskow. Tetapi Moskow dapat memberikan pengaruh dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh mediator lain.

“Ini adalah satu-satunya kekuatan regional dengan kehadiran militer yang sebenarnya di lapangan dan pernyataan politik yang serius dengan para pemimpin di kedua ibu kota. Jadi tidak mengherankan bahwa Moskow berhasil. Terutama di mana OSCE Minsk Group telah berjuang untuk memperbarui fungsinya,” kata Vartanyan.

Grup Minsk didirikan pada tahun 1994 setelah perang Karabakh pertama pecah. Grup ini diketuai secara bersama-sama oleh Rusia, Prancis dan Amerika Serikat dengan tujuan mengupayakan perdamaian permanen antara Armenia dan Azerbaijan.

“Baru-baru ini ketua bersama menemukan cara untuk mengusulkan agenda dan format yang dapat memuaskan kedua belah pihak. Tetapi mereka masih memiliki jalan panjang sebelum percakapan yang dapat mengarah pada perubahan nyata.”

Konflik terbaru di perbatasan kedua negara itu belakangan berhenti setelah Menteri Pertahanan Rusia, Sergey Shoigu melakukan intervensi untuk penghentian pertempuran pada 16 November. Intervensi tersebut berhasil. Senjata dari kedua belah pihak pun senyap.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

997840 720
Warga Myanmar di Thailand menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar Myanmar di Bangkok pasca kudeta militer Myanmar, pada 1 Februari 2021. [REUTERS/Athit Perawongmetha]

Jaringan Sipil Asia Kecam Kudeta Militer di Myanmar