Mendesak, Bantuan Harus Disalurkan ke Sejumlah Lokasi Terisolir di Aceh

WhatsApp Image 2025 12 01 at 14.19.47 5d06b2a9katahati
Katahati Institute menyalurkan bantuan lewat jalur udara. [Dok. Ist]

PM, Banda Aceh – Sejumlah lembaga masyarakat sipil di Aceh menyayangkan kondisi penanganan darurat banjir dan longsor yang melanda sejumlah kabupaten di Aceh, khususnya wilayah dataran tinggi yang hingga hari ini masih terisolir total akibat akses jalan putus, jembatan ambruk, dan jaringan komunikasi yang tidak berfungsi.

Lembaga tersebut, yakni Katahati Institute, Forum Konservasi Leuser (FKL), dan Leuser Coffee, menegaskan bahwa prioritas penanganan harus difokuskan pada daerah-daerah yang terputus dari akses darat dan komunikasi.

“Ribuan warga di lokasi tersebut menghadapi keterbatasan pangan, air bersih, layanan kesehatan, dan dukungan logistik,” ujar Direktur Katahati Institute, Raihal Fajri dalam siaran pers bersama, Senin (1/12/2025).

Berdasarkan pemantauan lapangan serta laporan dari masyarakat dan jejaring relawan, sejumlah wilayah masih berada dalam kondisi isolasi.

Di Kabupaten Bener Meriah, wilayah Samar Kilang, Syiah Utama, dan Pintu Rime tercatat masih terisolir hingga kini. Sementara di Aceh Tengah, kawasan Linge masih belum terjangkau bantuan.

Wilayah terisolasi lainnya, yakni Langkahan dan Leubok Pusaka di Aceh Utara. Lainnya sebagai berikut:

Kabupaten Aceh Timur

  • Sah Raja, Kecamatan Pante Bidari
  • Lokop

Kabupaten Aceh Tamiang

  • Kuta Lintang, dan lain-lain

Kabupaten Aceh Tenggara:

  • Ketambe

“Sebagian besar wilayah tersebut tidak dapat diakses melalui jalur darat akibat longsor besar, jalan amblas, dan jembatan utama yang putus. Kondisi ini membuat penyaluran bantuan hanya dapat dilakukan melalui jalur udara, dengan intensitas yang masih sangat terbatas,” katanya menambahkan.

Selain itu, sejumlah titik mengalami putusnya jaringan komunikasi, membuat koordinasi bantuan dan evakuasi semakin sulit.

Mereka lantas meminta pemerintah segera memprioritaskan langkah-langkah berikut:

  1. Mempercepat distribusi bantuan udara (helikopter, pesawat, ataupun drone logistik) secara terjadwal dan berulang untuk memastikan suplai kebutuhan dasar tercukupi.
  2. Memulihkan akses darat secara bertahap, dengan pengerahan alat berat tambahan di titik-titik longsor besar.
  3. Mengaktifkan kembali komunikasi darurat, termasuk telekomunikasi berbasis satelit, untuk memastikan alur informasi tetap berjalan.
  4. Meningkatkan koordinasi lintas lembaga, baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, lembaga kemanusiaan, sektor swasta, dan masyarakat adat, untuk mempercepat penanganan.
  5. Memberikan perhatian khusus pada kelompok rentan, seperti anak-anak, lansia, perempuan, dan penyandang disabilitas.

“Kami menerima laporan langsung dari masyarakat di dataran tinggi Aceh yang hingga kini masih terisolasi tanpa suplai logistik yang memadai. Bantuan harus diprioritaskan untuk wilayah yang tidak bisa ditembus jalur darat. Situasi ini tidak dapat menunggu,” ujar Raihal.

“Kerusakan akses dan alam di sekitar kawasan Leuser memperparah kondisi banjir dan longsor. Pemulihan akses dan distribusi bantuan ke titik-titik terisolir merupakan hal paling mendesak,” tambah Ibnu, perwakilan Forum Konservasi Leuser (FKL).

Mereka mengajak semua pihak baik pemerintah, lembaga kemanusiaan, akademisi, perusahaan, dan masyarakat umum untuk mengutamakan wilayah-wilayah terisolir sebagai fokus penanganan dalam fase tanggap darurat ini, sebelum situasi kemanusiaan berkembang menjadi lebih parah.

“Saat ini kami sedang menyalurkan melalui udara lewat jalur Lanud SIM dan melalui Medan,” pungkasnya. []

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait