894390 03523029112020 Radikalisme 2 ilustrasi RMOL
Ilustrasi/Ist

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) periode 2007-2020, Hamli mengungkapkan, perempuan berpotensi terpapar paham radikal lebih tinggi dari laki-laki, meski perbandingannya tipis.

Ia mengungkapkan, persentase perempuan yang terpapar paham radikalisme mencapai 12,3 persen, sedangkan laki-laki 12,1 persen. Informasi tersebut berdasarkan riset yang dilakukan oleh BNPT sepanjang 2020 lalu.

“Potensi radikalisme dari hasil penelitian ini banyak yang perempuan, kalangan urban, generasi Z dan milenial, serta aktif di internet,” ujarnya dalam diskusi webinar dari The Center for Indonesian Crisis Strategic Resolution (CICSR) bertajuk Intoleransi dan Ekstremisme di Media Sosial, Minggu (14/2/2021), melansir CNN.

Menurutnya, perempuan mudah mendapatkan pengaruh dari lingkungan sekitar. Karenanya ia mengimbau seluruh masyarakat, khususnya perempuan untuk senantiasa waspada dengan pihak yang berupaya menyebarkan paham radikal.

“Sekarang ada fenomena ibu-ibu yang nganterin anaknya, itu banyak yang kena di kumpulan ibu-ibu, makanya offline dan online itu juga harus menjadi konsentrasi karena finishing (penyebaran paham radikalisme) tetap di offline,” tuturnya.

Sementara itu, potensi generasi Z terpapar radikalisme mencapai 12,7 persen dan generasi millenial 12,4 persen. Generasi Z merupakan penduduk di rentang usia 14-19 tahun, sedangkan generasi milenial berumur 20-39 tahun.

Sementara itu, motivasi paling besar terhadap aksi radikalisme adalah berkaitan dengan agama, yakni sebesar 45,5 persen. Latar belakang lainnya, meliputi solidaritas komunal, balas dendam, separatisme, dan lainnya.

“Ideologi agama menjadi sangat penting, kita harus melakukan sesuatu terhadap isu ini, karena paling banyak sebabkan orang melakukan tindakan intoleransi,” tuturnya.

Menurutnya, seseorang menjadi teroris melalui kurang lebih tiga tahapan, dimulai dari sikap intoleransi beragama, radikalisme, lalu terorisme.

Berdasarkan penelitian BNPT 2020 lalu, rata-rata durasi masyarakat Indonesia mengakses internet adalah 1-3 jam sehari. Sementara itu, mayoritas netizen atau pengguna internet pernah menerima informasi keagamaan via internet yakni sebanyak 82,8 persen.

Mereka juga aktif mencari konten keagamaan melalui internet, yakni sebanyak 77 persen. Ia berharap saluran keagamaan tersebut tidak dijadikan sarana penyebaran paham radikalisme oleh kelompok tertentu.

“Orang yang menerima konten keagamaan setiap hari persentasenya mencapai 16,6 persen. Sedangkan, yang mencari konten keagamaan paling banyak melalui Youtube yakni 77,9 persen dan sosial media 47,3 persen,” terangnya.

Dalam kesempatan yang sama, Pengamat teroris dan mantan pimpinan Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas menilai peluang perempuan dan laki-laki sebanding untuk terpapar radikalisme. Namun, ia menilai perempuan lebih memiliki tekad dan kemauan yang keras ketimbang laki-laki apabila sudah terpapar paham radikalisme.

“Dalam masalah radikalisme itu, tidak ada bedanya laki-laki dan perempuan. Hanya saja soal praktik di lapangan kadang-kadang yang perempuan itu lebih keras, perempuan itu lebih rela lari dari rumah, dia mau pergi dari ayah ibunya, mau sampai nikah siri, artinya perempuan lebih keras tindakannya,” ucapnya.

Sumber: CNN Indonesia

Komentar