PM, Jakarta – Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan pemerintah ingin mengaktifkan polisi siber. Mahfud berbicara tentang fenomena masyarakat yang gampang sekali main ancam di media sosial.
Mahfud mulanya berbicara soal sekelompok orang yang selalu menghantam pemerintah, entah pemerintah itu benar atau salah. Mahfud bicara soal penegakan hukum pelanggaran siber.
“Yang dulu-dulu yang begini ada, tapi tidak terlalu kuat, sekarang kan didukung oleh medsos yang begitu masif itu sehingga saya kemarin saya bicara tentang polisi siber, itu penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran siber,” kata Mahfud Md dalam diskusi secara virtual di kanal YouTube Dewan Pakar KAHMI Official, seperti dikutip Selasa (29/12/2020).
Baca Juga: Serangan Siber Terburuk AS Masuk Via Vendor Microsoft
Mahfud lalu berbicara soal pemotongan berita dan pembuatan judul berita yang salah total. Dia mencontohkan apa yang dialaminya beberapa waktu lalu.
“Misalnya saya kemarin mengatakan begini, untuk hukuman kepada koruptor yang dilakukan oleh menteri, KPK menyatakan tidak akan menggunakan ancaman hukuman mati karena alasannya tidak merugikan negara, tetapi menerima suap dari orang lain, sehingga yang digunakan itu Pasal 12A. Kalau suap itu bukan hukuman mati. Itu kata KPK,” sebut Mahfud.
“Lalu saya nyambung, tapi kalau saya berpendapat bisa dengan hukuman mati dan saya menyarankan agar menteri-menteri yang korupsi begitu diancam dengan hukuman mati, dituntut dengan hukuman mati. Tetapi yang berita ditulis itu pernyataan KPK menurut Pak Mahfud Md koruptor, para menteri yang korupsi, tidak bisa dihukum mati karena dia tidak merugikan keuangan negara, melainkan menerima suap. Itu kan saya ngutip dari KPK, lalu itu dikatakan dari saya,” sebut dia.
Mahfud menyebut berita yang salah itu tersebar ke mana-mana. Dia menegaskan tidak rugi, namun penekanannya adalah maraknya hoaks di media sosial hari ini.
Baca Juga: Pedoman Media Siber
“Saya hanya ingin mengatakan betapa sekarang ini hoaks sengaja dibuat begitu rupa, kutipan-kutipan yang sudah 4 tahun lalu dikeluarkan lagi, diberi tanggal hari ini dan itu membuat gaduh. Nah, sehingga saya katakan, yang begitu-begitu mungkin tidak terlalu berbahaya, cuma merusak opini,” ucapnya.
Mahfud lanjut menyoroti banyaknya ancaman terhadap individu-individu di media sosial. Untuk itulah, kata dia, polisi siber harus diaktifkan.
“Tapi, kalau ada orang misalnya mengancam-ngancam akan memotong leher polisi, akan memotong leher presiden dan macem-macem itu, yang begitu gitu itu. Nah, kalau kita tidak aktifkan polisi siber, itu ya akan susah juga. Kita akan terlalu liberal dan akan masuk kerusakan-kerusakan yang tidak bisa dibayangkan. Jadi saya katakan kita aktifkan polisi siber, bukan membentuk, aktifkan. Karena polisi siber kita gampang kok,” sebut dia.
Mahfud memberi contoh terkait polisi siber. Dia menyebut orang yang mengancam membunuh seseorang bisa ditangkap dalam hitungan jam.
Berita Terikait: “Pemberitaan Media Belum Ramah Terhadap Anak”
“Kalau misalnya Pak Asep mendapatkan berita, ‘Awas Anda akan dibunuh besok tanggal sekian akan ada pembunuhan terhadap si A’. Itu kalau Pak Asep lapor ke ke polisi siber kita, itu bisa ditemukan Pak Asep dapet dari nomor berapa, dari teleponan siapa, HP-nya siapa, itu dapat dari mana. Sampai 1.000 ke depan itu yang membuat pertama itu bisa diambil,” ucap dia.
“Oleh sebab itu, kalau ada orang mengancam-ngancam jam 8 pagi, jam 10 sudah ditangkap itu bisa kok sekarang dan itu banyak dilakukan karena polisi siber kita bisa untuk hal-hal yang kriminal yang membahayakan yang seperti itu,” tegas Mahfud.
Sumber: Detik.com
Belum ada komentar