Foto: Ist

PM, Banda Aceh – Menyikapi kian meluasnya penyebaran Covid-19 di Aceh, Pemerintah Aceh menyerukan himbauan untuk pembatasan aktivitas masyarakat di malam hari, yakni dengan memberlakukan jam malam. Aturan berdasarkan Maklumat Bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Aceh tersebut bakal berlaku hingga 29 Mei mendatang.

Seperti diketahui, sejauh ini terus terjadi peningkatan jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), pasien Positif Covid-19 hingga kasus meninggal dunia karena virus tersebut. Pemerintah menimbang pentingnya membatasi setiap bentuk kegiatan yang melibatkan keramaian, karena hal ini berpeluang memperluas penyebaran virus tersebut.

Forkopimda Aceh menyerukan kepada pengusaha dan masyarakat agar tidak berkegiatan di luar rumah sejak pukul 20.30 sampai 05.30 WIB. Guna mengindahkan arahan ini, pihaknya juga meminta bupati/walikota untuk membina dan mengawasi penerapannya.

Namun, selama empat hari penerapan jam malam di Aceh, Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh mengkritik sejumlah hal.

Diantaranya, pemberlakuan jam malam dipandang tidak efektif untuk membatasi keramaian. Kadiv Advokasi Kontras Aceh, Azharul Husna mengatakan, untuk mencegah penyebaran virus penyakit, aktivitas masyarakat seharusnya bisa dikontrol tidak hanya malam, tapi juga siang hari.

“Di siang hari masyarakat tetap beraktifitas seperti biasa, keramaian tetap ada di beberapa titik perbelanjaan dan lokasi lainnya, jadi buat apa diberlakukan jam malam,” kata Husna secara tertulis, Kamis (2/4/2020).

Namun ia menggarisbawahi, pembatasan aktivitas seharusnya juga mempertimbangkan dampak ekonomi yang dialami sebagian masyarakat.

“Jangan hanya membatasi, tapi tidak ada solusi, apalagi bagi kalangan pekerja informal yang biasa beraktifitas di malam hari, mereka paling terdampak, maka pemerintah wajib memastikan pemenuhan kebutuhan dasar mereka,” imbuh Husna.

Selain itu, KontraS Aceh juga meragukan kekuatan hukum dari maklumat jam malam tersebut. Seharusnya, seruan jam malam memiliki aturan resmi yang memiliki dasar hukum yang jelas dan kuat dari pemerintah.

“Tidak cukup hanya dengan kesepakatan Forkopimda saja. Ini penting agar penerapannya terjamin di lapangan, apalagi belakangan masyarakat mulai resah dengan jam malam, karena secara psikologis masyarakat punya memori serupa saat konflik di Aceh silam,” ujar Husna.

Tak hanya itu, untuk mengefektifkan upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di Aceh, KontraS Aceh juga meminta pemerintah tegas membatasi jalur masuk dan keluar dari Aceh, baik jalur darat, laut dan udara. Pembatasan itu harus dikecualikan untuk distribusi logistik dan yang terkait dengan kebutuhan medis.

Selain melakukan pendekatan secara hukum dan keamanan, pemerintah juga perlu melakukan upaya preventif untuk penyebaran Covid-19 dengan menyediakan fasilitas khusus untuk menampung ODP yang baru pulang dari luar Aceh, karena masih banyak rumah di Aceh yang tidak bisa memenuhi standar khusus untuk melakukan karantina mandiri bagi ODP dan PDP.

Selain penyediaan fasilitas untuk ODP, pemerintah juga harus lebih pro aktif melakukan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan orang banyak, dengan memfungsikan secara efektif koordinasi dengan pihak kepolisian.

“Sehingga pihak kepolisian bisa mengefektifkan fungsi Bhabinkamtibmas yang ada di setiap polsek,” pungkasnya.[]

Komentar