SAVE 20210102 154900
Sejumlah anggota gabungan TNI-Polri membongkar plang kantor DPP FPI (Front Pembela Islam) di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, Rabu 30 Desember 2020. (Foto/Beritasatu)

PM, Jakarta – Sejumlah organisasi pers meminta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia mencabut Pasal 2d dalam maklumat pelarangan FPI, yang ditandatangani pada 1 Januari lalu.

Seperti diketahui, Kapolri mengeluarkan maklumat Nomor: Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI).

Dalam pasal dimaksud, dinyatakan bahwa ‘Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial’.

Pihaknya beralasan, maklumat ini untuk memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat pasca dikeluarkan keputusan bersama tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.

Namun, maklumat itu dinilai berlebihan dan kontradiktif dengan semangat demokrasi. Apalagi, jurnalis bertugas mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI.

“Demokrasi tentunya menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi, dan ini tertuang jelas dalam Pasal 28F UUD 1945,” ujar Abdul Manan, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dalam siaran pers, Jumat (1/1/2021).

Ia menilai, berdasarkan isi maklumat itu, siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI akan diproses hukum. Hal itu juga bisa dikategorikan sebagai ‘pelarangan penyiaran’, yang itu bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang Undang Pers.

“Kami juga mengimbau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh Undang Undang Pers,” tandas Abdul Manan.

Sebelumnya, kegiatan FPI resmi dilarang berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Keputusan bernomor: 220- 4780 Tahun 2020; M.HH 14.HH.05.05 Tahun 2020; 690 Tahun 2020; 264 Tahun 2020; KB/3/XII/2020; 320 Tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 itu tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

Adapun komunitas pers yang menyuarakan desakan pencabutan pasal maklumat tersebut, yakni AJI Indonesia, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Atal S Depari, lalu Hendriana Yadi (Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia/IJTI), Hendra Eka (Sekjen Pewarta Foto Indonesia/PFI), Kemal E Gani (Ketua Forum Pemimpin Redaksi), dan Wenseslaus Manggut (Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia/AMSI). (*)

Komentar