Pada 10 November 2015, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh memvonis mantan kuasa BUD Setdakab Aceh Tenggara Malik Hamdani setahun penjara dikurangi masa penahanan, denda Rp50 juta atau bisa diganti hukuman tambahan (subsider) dua bulan kurungan dan tak dibebankan membayar uang pengganti.
Malik Hamdani terbukti menyunat kas bon Pemkab Aceh Tenggara senilai Rp2,5 miliar lebih dari Rp3,7 miliar anggaran saat dia menjabat BUD Setdakab Aceh Tenggara. Saat itu, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh juga menyebutkan ada potensi terlibat orang lain dalam kasus kas bon Aceh Tenggara tahun 2010 itu. “Ini berdasarkan fakta dalam persidangan Malik Hamdani,” kata hakim kepada wartawan.
Karena itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) diperintahkan memeriksa mantan Sekdakab Aceh Tenggara, Hasanuddin Darjo yang saat ini menjabat Kepala Dinas Pendidikan Aceh. JPU juga diperintahkan memeriksa Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPKKD) Aceh Tenggara, Lutfieka dan Suhailuddin.
Sementara itu, Kasipenkum dan Humas Kejati Aceh Amir Hamzah mengatakan sejauh ini pihaknya masih mendalami keterlibatan Kepala Dinas Pendidikan Aceh Hasanuddin Darjo dalam kasus kas bon Rp2,5 miliar pada 2010 .
Menurut Amir Hamzah, saat itu Hakim Tipikor Banda Aceh hanya merekomendasi untuk pemeriksaan mantan Sekda Aceh Tenggara itu. “Bukan perintah, tetapi itu rekomendasi dari hakim. Tetapi kita tidak mengabaikan begitu saja namun masih kita dalami. Jika nantinya ditemukan unsur keterlibatan dan didukung bukti-bukti kuat, tetap kami proses,” jelas Amir Hamzah kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (16/04/16).
Bukan Nama Baru
Darjo bukanlah sosok baru. Ada banyak kasus korupsi yang dikaitkan dengan namanya. Sebut saja kasus pembangunan Tower Multy Channel di Aceh Tenggara pada 2002, saat ia masih menjabat Sekretaris Daerah Aceh Tenggara.
Kasus itu mencuat semenjak tidak dapat difungsikannya bangunan tersebut. Padahal, bangunan itu direncanakan dapat memperbesar jangkauan channel TV di Aceh Tenggara. Namun, hasilnya tak sesuai harapan.
Berdasarkan temuan Aceh Judical Monitoring Institute (AJMI) yang dibeberkan ke media, pembangunan tower tersebut terindikasi mark-up Rp1,2 miliar. Sayangnya, kepolisian dan kejaksaan belum mengusut tuntas kasus tersebut.
Selain dua kasus di atas, pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Arsip dan Perpustakaan Aceh ini juga terlibat dalam sejumlah kasus lain seperti belum melunasi pinjamannya dari Baitul Mal dan Bank Aceh.
Menurut ACW, dari sejumlah indikasi korupsi di lingkarannya, Darjo patut dijadikan tersangka. Jepretan gaya mewah anaknya, diharapkan mampu mempermudah para penegak hukum dalam melacak rekening Darjo dan keluarganya.
Menyangkut gaya hidupnya, Huna Diana saat dikonfirmasi ke berbagai akun media sosial dan telepon selulernya, tidak ditanggapinya. Begitupun Hasanuddin Darjo, ia tak menjawab telepon masuk meskipun berkali-kali dihubungi. Dua SMS yang dikirimkan Pikiran Merdeka juga tidak dibalasnya.[]
Diterbitkan di Rubrik KHUSUS Tabloid Pikiran Merdeka edisi 120 (18 – 25 April 2016).
Belum ada komentar