Banda Aceh—Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aceh (APBA) untuk tahun 2013 belum disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), seperti yang telah terjadi selama 8 tahun terakhir.
Hal itu mencuat dalam diskusi yang digagas oleh Jaringan Peduli Anggaran (JPA) Aceh dan Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP), di Masyarakat Transparansi Angggaran (MaTA), Banda Aceh.
Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan Publik MaTA Hafidh, mengatakan hasil kajian yang dilakukan oleh JPA dan PECAPP, sejak tahun 2005, APBA sudah terlambat disahkan.
“Yang kami kaji sejak tahun 2005 saja, sebelumnya kalau mau ditrack, mungkin terlambat juga,” jelasnya.
Menurutnya, pada 2005, APBA baru disahkan pada 26 April 2005. Kemudian, APBA 2006 baru disahkan 27 Maret 2006. Sementara, pada 2012, APBA disahkan pada 31 Januari 2012.
Hafidh mengemukakan keterlambatan pengesahan APBA 2013 sudah mendapat teguran dari Menteri Dalam Negeri, dengan surat No. 903/5218/SJ tertanggal 17 Desember 2012. Teguran ini juga memperpanjang daftar ketidaktaatan Aceh dalam mengesahkan anggaran tepat waktu.
Keterlambatan pengesahan APBA dinilai merupakan tindakan pelanggaran atas amanat dari UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, dalam Pasal 20 pada ayat (4) disebutkan Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Dalam Undang Undang No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh dalam pasal 190 pada ayat (1) juga disebutkan Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota mengelola APBA/APBK secara tertib, taat kepada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
Keterlambatan juga melanggar ketentuan dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Permendagri No 21/2011 tentang Perubahan Kedua Permendagri No. 13/2006 dalam pasal 104 pada ayat (2) bahwa Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
“Dengan keterlambatan tersebut, akan semakin memperburuk upaya pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya bagi rakyat Aceh,” ujarnya.
Selanjutnya, ujar Hafidh terlambatnya pengesahan APBA 2013 semakin sulit bagi Aceh untuk memperbaiki tata kelola tertib kuangan daerah untuk meraih Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Sejak tahun 2006 hingga tahun 2011, Provinsi Aceh hanya mendapat predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP),” ujarnya.
Keterlambatan juga membuka peluang terjadinya korupsi dan mempengaruhi daya serap anggaran. Sehingga akan berdampak pada kualitas program dan kegiatan yang akan diterima oleh masyarakat Aceh.
Berdasarkan analisis yang dilakukan MaTA bersama tim PECAPP,keterlambatan pengesahan anggaran pada tahun 2008, yang hampir 6 bulan, membuat daya serap anggaran rendah, hanya 67,09%.
Selanjutnya pada 2010, APBA yang terlambat 2 bulan lebih mampu menyerap angaran 91,29 persen.
Sementara itu, Koordinator JPA Roys Vahlevi menyebutkan keterlambatan APBA 2013 sangat memungkinkan menganggu pertumbuhan ekonomi Aceh mengingat sektor ekonomi di provinsi ini masih sangat bergantung dengan kontribusi APBA.
Dia menilai keterlambatan pengesahan APBA tahun ini lebih disebabkan oleh tarikan politik anggaran yang tidak sehat, mementingkan kepentingan politik dibandingkan kepentingan rakyat Aceh.
“Adanya Program atau Dana Aspirasi Anggota DPRA dan Dana Kerja Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh diduga kuat sebagai salah satu faktor tarikan politik anggaran yang berpotensi menjadi korupsi politik,” ujar Roys.
JPA meminta Eksekutif dan Legilatif mempercepat pengesahan APBA 2013. Gubernur juga diminta bersikap tegas terhadap usulan-usulan yang tidak bermanfaat dengan masyarakat Aceh dalam APBA.
“Walaupun tak mungkin lagi mendapat predikat WTP, tapi semakin cepat disahkan akan semakin baik,” ujarnya.[bisnis]
Belum ada komentar