Koordinator MaTA Alfian

PM, Banda Aceh – Pemerintah Aceh telah menyerahkan dokumen anggaran 2018 ke Kementerian Dalam Negeri, Jumat (2/3), untuk dibahas dan mendapat pengesahan. Keputusan ini diambil menyusul deadlocknya pembahasan anggaran daerah itu dengan legislatif Aceh.

Langkah ini memang dibenarkan undang-undang. Namun tetap memiliki konsekuensi, terutama bagi kepala daerah dan anggota legislatif Aceh.

Koordinator Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian mengatakan, konsekuensi dari tidak tercapainya persetujuan bersama itu.

“Sanksi dari negara seperti itu, hak-hak keuangannya itu tidak dibayar selama enam bulan,” kata Alfian, seperti dilansir beritakini.co.

BACA: Diserahkan ke Kemendagri, Ini Perkembangan Pergub APBA 2018

Alfian mengatakan, melihat kondisi pembahasan anggaran yang berjalan selama ini, kesalahan memang terdapat dari kedua belah pihak yakni eksekutif dan legislatif. “Jadi tidak bisa ditimpakan pada satu pihak saja,” katanya.

Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah Daerah, baik kepala daerah dan wakil kepala daerah maupun anggota DPRA akan terkena sanksi administrasi atas tidak tercapainya persetujuan bersama ihwal penetapan anggaran daerah ini.

Sanksinya adalah tidak dibayarkan hak keuangannya selama enam bulan. Tak tanggung, hak keuangan yang tidak dibayarkan selama enam bulan itu meliputi seluruh hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hak keuangan kepala daerah dan serta anggota DPRD.

Sanksi ini akan ditetapkan oleh menteri berdasarkan hasil pemeriksaan yang akan dilakukan.

Seperti diketahui, Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh memiliki hak-hak keuangan yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan PP Nomor 59 Tahun 2001, gaji pokok gubernur senilai Rp 3 juta, dan wakil gubernur Rp 2,4 juta. Sementara tunjangan gubernur senilai Rp 5,4 juta dan wakil gubernur Rp 4,3 juta, sesuai PP Nomor 68 Tahun 2001.

Selain gaji dan tunjangan, Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala dan Wakil Kepala Daerah, gubernur dan wakil gubernur juga memiliki sumber-sumber penerimaan lainnya, seperti, insentif realisasi penerimaan pajak dan retribusi sebanyak 6 sampai 7 kali gaji pokok, dan biaya penunjang operasional.

Item terakhir sesungguhnya cukup menggiurkan. Besaran biaya penunjang operasional gubernur dan wakil gubernur ini dihitung berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Untuk provinsi dengan PAD di atas Rp 500 miliar, maka biaya penunjang operasional paling rendah Rp 1,25 miliar dan paling tinggi sebesar 0,15 persen dari total PAD. Sementara PAD Aceh 2017 tembus Rp 2,2 triliun.

Jumlah pendapatan kalangan legislatif juga cukup menggiurkan. Setelah PP Nomor 18 Tahun 2017 diberlakukan, anggota DPRA diproyeksikan bisa memperoleh pendapatan senilai Rp 25 sampai 30 juta per bulan. Perkiraan pendapatan ini melonjak setelah anggota DPRA mendapat uang transportasi dengan konsekuensi mobil dinas ditarik.()

Komentar